TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Anggota DPR RI Komisi III DPR, Didi Irawadi meminta Pemerintah segera mencari kebenaran kabar mengenai
tindakan intelijen Australia menyadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pasalnya, kabar mengenai tindakan intelijen Australia menyadap Presiden berasal dari media.
"Sebaiknya ditelaah dan dikaji lebih jauh. Karena yang menyatakan itu media Australia. Dicari tahu apakah benar demikian," ungkap anggota komisi yang mengurusi bidang Hukum, HAM, Keamanan dan pengurus antikorupsi dari Fraksi Partai Demokrat ini, kepada Tribunnews.com, Senin (29/7/2013).
Dan kalau benar, menurutnya, perlu dimintai keterangan, dalam kaitan apa penyadapan itu dilakukan.
"Kita pastikan dulu sesungguhnya apa yang terjadi, benar tidaknya. Baru setelah itu kita mengambil sikap," tegasnya.
Sebelumnya, Perdana Menteri Australia, Kevin Rudd, dikabarkan mendapatkan manfaat dari laporan intelijen Pemerintah Inggris dan Amerika Serikat (AS), tentang sejumlah pemimpin negara Asia, termasuk Presiden SBY, dalam pertemuan puncak G20 di London, Inggris pada 2009.
Menurut pemberitaan The Age, laporan itu kemudian digunakan Kevin untuk mendukung tujuan diplomatik Australia termasuk kampanye untuk memenangkan kursi di Dewan Keamanan PBB.
Dokumen intelijen yang sifatnya sangat rahasia itu, pertama kali dikirim ke Fairfax Media di bawah undang-undang kebebasan informasi, dan sempat juga disinggung oleh whistleblower intelijen AS Edward Snowden.
Snowden mengatakan, bahwa saat itu intelijen Inggris dan Amerika menargetkan para pemimpin asing dan pejabat yang menghadiri pertemuan G20 2009 di London.
Mantan Perdana Menteri Australia, Julia Gillard juga telah diinformasikan mengenai informasi tersebut.
Kepala Divisi Pertahanan, Intelijen dan Berbagi Informasi Australia, Richard Sadleir pada 17 Juni 2013, bertemu dengan Gillard untuk melaporkan bahwa dokumen yang dibocorkan oleh Snowden merupakan bukti bahwa Markas Komunikasi Pemerintah Inggris (GCHQ), mengoperasikan Pemecah kemampuan intelijen untuk mencegat komunikasi.
Kemampuan pengumpulan intelijen GCHQ di pertemuan G-20 itu diantaranya dapat menembus sistem keamanan smartphone BlackBerry delegasi untuk memantau email dan panggilan telepon.
Selain itu mendirikan warung internet yang memiliki program intersepsi email dan program mata-mata pasword akses dunia maya para delegasi.