TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peran pemuda sejak awal pergerakan perjuangan kemerdekan Indonesia, sudah terlihat nyata dalam merebut kemerdekaan.
Namun, pemuda kini seakan 'menghilang', khususnya dalam politik formal. Baik karena sengaja dihilangkan sejak Orde Baru berkuasa, atau karena sikap pasif pemuda itu sendiri.
Kealpaan pemuda bahkan terus berlanjut 15 tahun setelah reformasi. Lepas dari kungkungan Orde Baru, tak lantas membuat pemuda tampil mengambil peran politik. Pemuda masa kini tidak memiliki mental kuat seperti awal pergerakan kemerdekaan.
"Pemuda saat ini memandang bahwa sistem politik sebagai perlakuan yang kotor, karena selama ini dipertontonkan politik kotor yang dilakukan para elite," ujar sejarawan sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah Historia Bonnie Triyana, saat diskusi di Kantor DPN Repdem, Menteng, Jakarta, Kamis (15/8/2013).
"Berbeda pada 1920 di masa-masa pergerakan, orang untuk melakukan perubahan harus berani masuk pergerakan untuk masuk dunia politik, di mana sudah siap dengan 3B (Bui, Bunuh, Buang)," imbuh Bonnie Triyana.
Bonnie mencontohkan bagaimana seorang anak muda bernama Gayus Tambunan (34), yang menjadi terpidana kasus korupsi dan suap mafia pajak.
Gayus adalah seorang bekas pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia.
Padahal, kata Bonnie, kepemimpinan dan peran pemuda sangat mencolok mulai 1920 atau era penjajahan Belanda, hingga tahun 1950-an, dan 1960-1965.
"Refleksi hari ini, apa masih ada pemuda yang punya kenekatan seperti zaman kemerdekaan dulu? Atau, pemuda saat ini sudah alay," sindir Bonnie. (*)