TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyaknya aksi penembakan misterius terhadap anggota polisi disinyalir sebagai akibat upaya pemberantasan terorisme yang dilakukan Densus 88 Mabes Polri.
Aksi kekerasan yang dilakukan Densus 88 dalam memberangus pelaku teroris kemudian memunculkan aksi-aksi penembakan kepada anggota polisi hingga tewas.
Tony Sudibyo, Pengamat Masalah Strategis Indonesia, mengatakan walaupun kepolisian belum memastikan aksi penembakan ini dikaitkan dengan kelompok teroris tertentu, namun penilaian umum yang berkembang di masyarakat menilai aksi ini kemungkinan ada kaitannya dengan aksi pemberantasan terorisme.
Sebab, sebelumnya sudah banyak pernyataan sikap yang menuntut Polri khususnya Densus 88 untuk lebih manusiawi dan humanis dalam menangani kasus teror, bukan dengan cara-cara seperti ini yang juga dinilai organisasi penggiat HAM telah masuk pelanggaran HAM,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (17/8/2013).
Menurut Tony, strategi dan taktik kelompok teror dibagi dalam beberapa tahap yaitu sabotase, gerilya, teror dan open rebellion atau perang kota.
Sabotase, gerilya dan teror dilakukan kelompok teroris jika organisasi dan jumlah mereka tidak kuat, sedangkan jika mereka sudah berani melakukan open rebellion atau perang kota, mengindikasikan organisasi, konsolidasi dan kekuatan mereka sudah bertambah kuat, sehingga berani “head to head war” dengan aparat negara.
Jika ini yang terjadi, kasus penembakan terhadap anggota kepolisian harus segera diselesaikan dan dicegah sedini mungkin dengan langkah koordinasi dan sinkronisasi gerakan antara intelijen, TNI dan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri.
"Karena kemungkinan besar kelompok pelaku sebelumnya sudah mempunyai rekam jejak dalam melakukan kekerasan menggunakan senjata api," katanya.