TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Kurniawan Zein mengatakan sistem noken yang selama ini diterapkan di Papua memiliki kelemahan.
Menurut Zein, sistem noken dikuasai kepala suku yang mendaftarkan anggota sukunya sebagai pemilih, kepada petugas pendaftaran atau Pantarlih. Proses pendaftaran ini tidak dilakukan berdasar prinsip satu orang satu pendaftaran.
"Sistem ini memiliki beberapa kelemahan, salah satunya adalah ketidakmampuan untuk memantau apakah jumlah pemilih dalam satu suku meningkat atau menurun karena perkawinan, kematian, dan mobilitas geografis," ujar Zein di Jakarta, Selasa (20/8/2013).
Temuan LP3ES ini berdasar hasil Monitoring Daftar Pemilih (MDP) selama masa pengumuman Daftar Pemilih Sementara (DPS). MDP dilakukan menggunakan metode survey di 39 kecamatan dan 117 desa yang dipilih secara acak dengan observasi langsung selama 10 hari.
Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengaku mekanisme noken yang terjadi dalam pendaftaran pemilih suku pegunungan di Papua, memang menjadi problem sejak lama. Inilah yang kemudian juga dirasakan petugas pelaksana pemilu di lapangan saat mendata pemilih.
"Mengenai mekanisme noken memang ini problem kita di lapangan. Kita belum dapat informasi itu. Tapi ini menjadi informasi berharga, karena proses noken yang kami tahu dilakukan dalam proses pilkada saja," kata Ferry.