TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandangan Yuren tak berkedip. Sebuah tayangan televisi malam itu yang menggambarkan seorang polisi berpakaian lengkap dengan kepala masih memakai helm, terbujur kaku dalam kondisi terlentang dekat sebuah motor bebek hitam.
Rasa ingin tahu berpangkat brigadir yang sedang bertugas di pos jaga Asrama Mabes Polri Cipinang, Jakarta Timur, Selasa (10/9/2013) malam, mendorongnya bertanya ke sejumlah pemuda yang sedang berada di pos.
"Pak Sukardi pangkatnya apa?" Begitu pertanyaan yang dilontarkan Yuren. Anak-anak menjawab serentak, "Bripka." Yuren bertanya lagi, "Motornya warna apa?" Anak-anak ini secara koor menjawab, "Hitam." "Berarti itu Pak Sukardi," kata Yuren menjawab pertanyaannya sendiri.
Tulus, salah satu pemuda yang ikut nongkrong di pos jaga, bercerita, tak lama mengobrol dengan Yuren, dua anggota Provos Mabes Polri memasuki asrama, dan menghentikan motornya di depan rumah Bripka Sukardi. Ia sudah menduga, keduanya membawa berita duka.
Ia dan teman-temannya mengetahui betul bagaimana keduanya mengetuk pintu rumah Sukardi dan menemui isterinya, Tirtasari, akrab disapa Sari. Obrolan kedua petugas dan Sari juga Tulus dengar bersama teman-temannya.
Sari tak percaya begitu saja penjelasan kedua anak buah Sukardi. Tangisnya mulai benar-benar pecah, setelah tayangan televisi di rumahnya, semakin menguatkan keterangan dua anak buah Sukardi. Ketiga anaknya ikut menangis.
Bripka Sukardi tewas terkena timah sejumlah orang tak dikenal di depan Gedung KPK. Menurut informasi dari bagian forensik Mabes Polri, hasil otopsi menunjukkan dari badan Sukardi terdapat empat lubang tempat anak peluru pelaku bersarang.