TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keluarga Gubernur Banten Ratu Atut disebut menguasai sejumlah proyek, khususnya untuk pembangunan atau perbaikan jalan di Provinsi Banten. Dana pembangunan itu diduga digelembungkan.
Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas mengatakan, harga barang dan jasa dalam proyek itu terlalu mahal. Hal itu diketahui dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan semester I tahun 2013 pada Dinas Bina Marga Banten dan pemeriksaan atas kegiatan penyediaan sarana dan prasarana jalan pada Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Pemerintah Provinsi Banten Tahun Anggaran 2011 dan 2012.
Data itu menunjukkan, penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) belum dapat menghasilkan nilai HPS yang menjadi patokan menilai harga penawaran untuk memperoleh harga yang ekonomis.
"Dari laporan audit keuangan itu kemahalan. BPK bisa memeriksa lebih dalam proyek. Dari proses pengawasan saja sudah bermasalah, kelompok tertentu dimenangkan," kata Firdaus saat dihubungi, Senin (14/10/2013).
Menurut Firdaus, pengawasan dalam pengerjaan pembangunan jalan di Provinsi Banten belum maksimal. Akibatnya, pembangunan dan pemeliharaan jalan di Banten tidak memenuhi syarat kuantitas dan kualitas.
Dugaan adanya mark up juga dapat dilihat dari kondisi beberapa ruas jalan di Banten yang rusak parah, padahal proyek pembangunan kerap dilakukan menelan biaya besar.
"Paling gampang, kan, paling banyak dilihat jalan masih baru di Banten, tapi beberapa bulan kemudian jalan dibenerin lagi," ujar Firdaus.
Berdasarkan penelusuran ICW dan jaringan masyarakat Banten, Ratu Atut dan keluarganya diketahui telah menguasai 175 proyek di Banten. Layaknya arisan keluarga, pemenang proyek itu digilir dari 10 perusahaan keluarga Atut maupun 24 perusahaan yang berafiliasi. Total nilai proyeknya mencapai Rp 1,148 triliun.