TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengimbau DPR menolak mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK).
Margarito mengatakan banyak jalan pemikiran yang tidak logis dalam Perppu tersebut yang bertentangan satu sama lain.
"Menurut saya harus ditolak DPR. Karena terlalu banyak sisi tidak logis di sana. Terlalu banyak inkonsistensi yang ada di dalam Perppu itu. Sejak di pertimbangan banyak inkonsistensi. Pikirannya sudah tidak logis," kata Margarito di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (19/10/2013).
Misalnya, kata Magarito, Perppu MK menolak orang-orang politik (sebelum berhenti 7 tahun) menjadi hakim konstitusi tapi memberikan jabatan hakim agung dari unsur partai politik. Kalau memang jalan pemikiran rawan korupsi, akademisi semestinya dilarang menjabat sebagai pejabat karena akademisi juga korupsi.
Kedua, lanjut dia, Perppu tersebut belum tentu bisa dilaksanakan apabila ada beberapa hakim konstitusi yang ditahan sehingga jumlahnua tidak lagi kuorum.
"Jangan lupa bisa jadi ini tidak bisa dilaksanakan. Misalnya dalam waktu dekat ini ada hakim konstittusi yang kena (ditahan), bagaimana mereka mengisinya dalam waktu yang cepat oleh karena mengisi itu kan dibutuhkan panel ahli dalam waktu kurang lebih tiga bulan," kritik dia.
Sementara terkait pengawasan MK, Margarito mengatakan kesetujuannya. Namun pengawasan tersebut tidak boleh melibatkan Komisi Yudisial (KY) karena itu sudah diputuskan MK beberapa tahun lalu.
Margarito lebih setuju jika pengawasan MK diserahkan kepada Dewan Etik MK yang akan ditetapkan MK dalam bentuk permanen.
"Yang benar adalah Mahkamah Konstitusi akan membentuk dewan pengawas etik yang sifatnya permanen yang diisi orang-orang luar. Selesai. Malah bagus. Jauh lebih tertib. Tidak ada masalah. Jauh lebih sederhana dibandingkan melibatkan KY," kata dia.
Sebelumnya, Presiden SBY menandatangani Perppu MK di Istana Negara Yogyakarta kamis malam. Dalam Perpu tersebut, memuat tiga hal utama. Yakni penambahan persyaratan menjadi hakim MK, memperjelas mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi, dan perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi.