TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat akan menciduk Heru Sulastyono kepolisian sempat tidak dibukakan pintu oleh si pemilik rumah. Tidak hilang akal, polisi yang akan menciduk Kepala Sub Direktorat Ekspor Impor Dirjen Bea dan Cukai tersebut kemudian mematikan sakelar listrik rumah seharga Rp 8 miliar tersebut.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto mengungkapkan kronologis penangkapan Heru Sulastyono (HS) dan Yusran Arif (YA) pada 29 Oktober 2013.
Pukul 02.00 WIB di perumahan Sutra Renata, Alam Sutera Serpong Tangerang Banten polisi menangkap seorang PNS pada Dirjen Bea dan Cukai yang kini menjabat sebagai Kasubdit ekspor impor bernama Heru Sulastyono.
"Digedor-gedor tidak dibukain (pintu), kita matikan listriknya, sehingga ia kepanasan karena AC-nya tidak menyala, barulah keluar dia," ucap Arief di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2013).
Sebelum menemukan alamat di Alam Sutera, tim penyidik terlebih dahulu menelusuri beberapa alamat rumah Heru. Ada empat tempat tinggal Heru diantaranya terletak di Perumahan Victoria River Park A-16 Nomor 3 Bumi Serpong Damai, Serpong, Tangerang Banten. Kemudian rumah di Perum Victoria River Park Blok A 21 Nomor 21.
Dari kedua rumah tersebut hasilnya nihil, kemudian polisi bergerak ke Jalan KiwiAtas RT 006/007 Kelurahan Johar Baru Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Hasilnya pun nihil, kemudian polisi bergerak ke Perum Griya Bintara Indah FF 1 Nomor 18 RT 006/012 Kelurahan Bintara, Kecamatan Bekasi Barat, Jawa Barat.
Akhirnya penyidik yang dipimpin Kasubdit Money Laundrying Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol Agung Setia mendatangi rumah di Alam Sutera.
"Kita lacak lagi ternyata dia ada di rumah yang Alam Sutra. Kesana, pukul 01.00 WIB. Tetapi tidak dibukain pintu. Terpaksa saklar listrik yang diluar itu dimatikan, dia kepanasan hasilnya, keluar ditangkap," ungkapnya.
Setelah menangkap Heru, kepolisian kembali bergerak dan menangkap seorang pengusaha bernama Yusran Arif di rumahnya yang beralamat di Jala Haji Aswi RT 11 RW 01 Nomor 49, Ciganjur, kelurahan Cipedak, Jakarta Selatan.
"Dia sempat sembunyi di gudang," ujarnya.
Kepolisian saat ini sudah menetapkan tersangka terhadap Yusran Arif dengan tindak pidana pencucian uang dan kasus suap sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3, pasal 6 Undang-undang nomor 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 25 tahun 2003 dan pasal 3, pasal 5 Undang-undang nomor 8 tahun 2010.
Selain itu, Yusron pun dijerat dengan pasal 5 ayat 2, pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP.
Sementara Heru Sulastyono dijerat dengan tindak pidana pencucian uang dengan perkara pokok tindak pidana korupsi menerima suap atau gratifikasi seperti yang tertuang dala pasal 3, pasak 6 Undang-undang nomor 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 25 tahun 2003 dan pasal 3 pasal 5 undang-undang nomor 8 tahun 2010. Ia pun dijerat dengan pasal 5 ayat 2, pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 KUHP dan pasal 56 KUHP.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Sub Direktorat Money Laundrying menetapkan seorang pejabat Bea Cukai bernama Heru Sulastyono (HS) sebagai tersangka kasus suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pejabat bea cukai tersebut diduga menerima suap dari seorang komisaris perusahaan PT Tanjung Jati Utama bernama Yusran Arif alias Yusron (YA) dalam bentuk polis asuransi senilai Rp 11 miliar dan kendaraan.
Yusran menyuap Heru untuk menghindari audit kepabeanan. Heru akan memberitahu Yusran bila bisnisnya akan diaudit kepabeanan. Untuk itu Yusran melakukan buka tutup perusahaan untuk menghindarinya.