TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mantan Kepala Biro Perencanaan Sekretariat Kemenpora Deddy Kusdinar didakwa melakukan korupsi dengan memperkaya orang lain dan korporasi dari Proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Jawa Barat.
Dari dakwaan yang dibacakan Jaksa KPK I Kadek Wiradana, terungkap dana dari proyek berbiaya Rp 2,5 triliun itu mengalir ke sejumlah pihak.
Mulai dari anggota dewan, petinggi BPN sampai Ketua Umum Partai mendapat bagi-bagi aliran dana dari proyek Hambalang.
Disebutkan, mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum disebut menerima aliran dana sebesar Rp 2.210.000.000 dari pelaksana proyek Hambalang KSO PT Adhi Karya - PT Wijaya Karya untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010.
Penyerahan dilakukan dalam lima tahap. Pertama, tanggal 19 April 2010 sebesar Rp 500.000.000. Kedua, tanggal 19 Mei 2010 sebear Rp 500.000.000. Ketiga, tanggal 1 Juni 2010 sebesar Rp 500.000.000. Keempat, tanggal 18 Juni 2010 sebesar Rp 500.000.000. Kelima, tanggal 6 Desember 2010 sebesar Rp.10.000.000.
Dipaparkan Jaksa KPK I Kadek wiradana, uang tersebut dipergunakan untuk membayar hotel dan membeli blackberry beserta kartunya, sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung Anas dan juga jamuan dan entertain.
"Uang diserahkan Teuku Bagus Mokhamad Noor (Direktur Operasional Satu Adhi Karya) melalui Munadi Herlambang, Indrajaja Manopol (Direktur Operasi PT Adhi Karya) dan Ketut Darmawan (Direktur Operasi PT Pembangunan Perumahan) atas permintaan Muchayat," kata Jaksa Kadek Wiradana saat membacakan dakwaan Deddy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/11/2013) siang.
Kemudian, terungkap juga adanya aliran dana ke mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharram sebesar Rp 6.550.000.000.
Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Halaman 94 95 96 97 Kurikulum Merdeka, Uji Kompetensi Bab 3 - Halaman all
15 Latihan Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 4 SD Bab 2 Kurikulum Merdeka, Di Bawah Atap
10 Latihan Soal & Kunci Jawaban IPS Kelas 9 SMP Bab 1, Interaksi Antarnegara Asia dan Negara Lainnya
Uang yang diterima Wafid tersebut diperuntukan untuk kongres Partai Demokrat di Bandung sebesar Rp 600 juta.
Kemudian dalam dakwaan juga mencatat mantan Ketua Komisi X DPR, Mahyudin, menerima uang sebesar Rp 500.000.000 yang diserahkan melalui Wafid saat kongres Partai Demokrat di Bandung.
Selanjutnya, adik mantan Menpora Adhyaksa Dault, yaitu Adirusman Dault menerima sebesar Rp 500.000.000, pada tanggal 6 April 2010, untuk penggantian pengurusan tanah Hambalang.
Petugas Kementerian PU, seperti Guratno,Tulus, Sumirat, Hidayat, Widianto, Indah, Dedi Permadi dan Bramanto juga disebut menerima aliran dana sebesar Rp 135.000.000
Pemberian tersebut karena Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Guratno Hartono menerbitkan pendapat teknis P3SON dengan pelaksanaan pembangunan lebih dari satu tahun anggaran. Surat ini tanpa ada limpahan wewenang Menteri PU.
Pendapat teknis tersebut sangat diperlukan karena pada tanggal 13 Juli 2010 Dirjen Anggaran Kemenkeu Anny Ratnawati menyurati Sesmenpora agar permohonan multiyears (tahun jamak) dilampiri pendapat teknis Menteri PU.
Selanjutnya, Anggota DPR tercatat menerima sebesar Rp 500.000.000 melalui Arief Taufiqurrahman. Sedangkan, untuk Olly Dondokambey (Ketua Banggar) menerima sendiri Rp 2.500.000.000 pada tanggal 28 Oktober 2010.
Sementara itu, Deddy Kusdinar tercatat menerima Rp 1.000.000.000.
Jumlah uang tersebut adalah uang yang dikeluarkan Adhi-Wika untuk memenangkan lelang pekerjaan fisik proyek Hambalang, yang berjumlah sebesar Rp 14.601.000.000 di mana sebagian berasal dari PT Wika sebesar Rp 6.925.000.000.
Dalam dakwaan juga tercatat bahwa Andi Alifian Mallarangeng selaku Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) meminta jatah sebesar 18 persen dari proyek Hambalang ke PT Adhi Karya.
"Pertengahan 2010, Deddy bersama Wafid bertemu Choel Mallarangeng di Restoran Jepang Hotel Grand Hyatt Jakarta. Pada pertemuan itu Choel menyampaikan bahwa kakaknya Andi Mallarangeng, sudah satu tahun menjabat tapi belum dapat apa-apa," kata Jaksa Ati Noviati.
Kemudian, Mohammad Fakhruddin staf khusus Menpora memperjelas pernyataan Chole dengan menanyakan ke Wafid tentang kesiapan memberi fee sebesar 18 persen untuk pekerjaan pembangunan proyek hambalang.
Menanggapi permintaan tersebut, Wafid menyarankan Choel bertemu dengan orang dari PT Adhi Karya. Selanjutnya, dilakukan pertemuan di ruangan menpora yang dihadiri Wafid, Deddy, Choel, Fakhruddin dan Arief dari PT Adhi Karya.
"Saat itu, Arief menyampaikan ke Choel bahwa PT Adhi Karya akan berpartisipasi dalam proyek Hambalang. Sebelum pertemuan berakhir, Wafid bertanya ke Choel apakah proyek P3SON sudah bisa dilelang dan Choel menyetujuinya," kata Jaksa Ati.
Kemudian, Deddy ditemani Lisa Lukitawati dan Muhammad Arifin bertemu dengan Teuku Bagus di Plaza Senayan. Dalam pertemuan itu Deddy meminta Teuku Bagus supaya PT Adhi Karya selaku calon pemenang lelang jasa konstruksi memberi fee sebesar 18 persen sebagaimana diminta Choel.
Tetapi, ternyata terjadi masalah, yaitu Mindo Rosalina Manulang meminta KSO Adhi-Wika melalui Wafid agar mengembalikan uang yang dikeluarkan Grup Permai dalam mengurus PT Duta Graha Indah (DGI) untuk memenangkan proyek Hambalang, sebesar Rp 10.000.000.000.
Uang tersebut, oleh Mindo digunakan untuk diberikan ke Joyo Winoto (Kepala BPN) sekitar Rp 3 miliar untuk mengurus masalah sertifikat tanah dan untuk diberikan ke Choel sebesar 550 ribu dolar Amerika. Serta untuk Komisi X DPR sejumlah Rp 2 miliar.
Setelah itu, terang Jaksa Ati, setelah kontrak ditandatangani Teuku Bagus selaku lead firm KSO Adhi-Wika mengalihkan pekerjaan (sub kontrak) KSO Adhi-Wika kepada perusahaan-perusahaan, sebagai berikut PT Dutasari Citra Laras untuk pekerjaan mekanikal eletrikal senilai Rp 328.063.300.
Kemudian PT Global Daya Manunggal (GDM) untuk pekerjaan struktur, arsitektur asrama junior putra-putri dan GOR Serbaguna senilai Rp 142.443.918.633, PT Aria Lingga Perkasa untuk galian dan timbunan senilai Rp 3.415.591.810 dan 36 peruahaan lain dengan 50 kontrak senilai Rp 56.813.250.176.