News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ratifikasi FCTC Akibatkan Petani Tembakau Kehilangan Mata Pencaharian

Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pekerja mengiris dan mengemas tembakau siap pakai di pabrik tembakau iris Padud Jaya di Lingkungan Jelat, Kelurahan Pataruman, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar, Jawa Barat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Penandatanganan ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau aksesi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau oleh pemerintah akan berakibat pada hilangnya mata pencaharian petani tembakau.

Sebab, dalam kerangka FCTC termakub tiga pasal yang secara jelas melarang petani untuk menanam tanaman tembakau. Ketua Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK), Zulvan Kurniawan, mengatakan, pokok keberatan petani tembakau umumnya adalah pada Pasal 9, 10 dan 17 dari FCTC.

 “Pasal 9 dan 10 secara langsung akan mematikan kretek, karena di sana berisi aturan tentang standarisasi produk tembakau, untuk mengikuti standar internasional”, ujar Zulvandalam keterangan pers secara tertulis, Senin (25/11/2013).

 Padahal, lanjut Zulfan, produk kretek yang hanya dimiliki Indonesia selain mengandung cengkeh, juga mengandung ramuan tradisonal berupa rempah sebagai penambah rasa dan aroma (taste). Cengkeh dan bahan tambahan ini sudah sejak lama ada dan merupakan kekhasan dan keunikan produk kretek.

 “Skema tata niaga FCTC berpotensi menyeragamkan produk tembakau secara global, dengan standar internasional (rokok putih, low tar, low nicotine). Bagaimana nasib kretek? Binasa!” tambah Zulvan.

 Sementara, sambung Zulfan, Pasal 17 FCTC mengarah pada diversifikasi tanaman yang hingga kini menjadi momok atau barang yang tak jelas bagi petani tembakau. “Tidak pernah ada kejelasan dari pemerintah soal manfaat diversifikasi tanaman tembakau dan kesiapan alternatif ekonomi bagi petani ketika dipaksa tidak lagi menanam tembakau,” tutur Zulfan.

 Ditambah lagi, imbuh Zulfan, pernyataan Menko Kesra Agung Laksono yang mengatakan Ratifikasi FCTC akan dilakukan lewat Peraturan Presiden atau Perpres. Hal ini, menurut Zulfan, jelas menabrak sistem perundangan di Indonesia, di mana sebuah Perjanjian Internasional seharusnya diaksesi melalui Undang-undang.

 Dengan penjelasan di atas, Koalisi Nasional Penyelamat Kretek atau KNPK menuntut pemerintah untuk menolak ratifikasi atau aksesi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau FCTC.  “Pemerintah juga harus melindungi petani tembakau dan industri kretek dalam negeri,” pungkas Zulfan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini