TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meluncurkan buku putih “Benturan NU-PKI 1948-1965” di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2013). Peluncuran dilanjutkan bedah buku oleh Kiki Syahnakri (PPAD), Abdul Mun’im DZ (tim buku putih), dan KH Chalid Mawardi (Mantan Ketua Umum GP Ansor).
Wakil Ketua Umum PBNU H. As’ad Said Ali mengatakan, melalui penerbitan buku putih itu NU mengajak semua pihak untuk melanjutkan proses rekonsiliasi atau islah yang telah terjadi secara alami. Menurutnya, kesamaan tradisi dan kepentingan yang sama dalam menjalankan hidup bermasyarakat dan bernegara menjadi pintu utama dalam proses rekonsiliasi ini.
Buku putih itu juga mengungkapkan bahwa di beberapa basis PKI, banyak fakta para kiai NU merawat, membesarkan dan mendidik anak-anak korban serangkaian konflik horisontal yang telah terjadi, bahkan sebagian di antara mereka telah menjadi pegawai negeri sipil dan berperan di banyak bidang.
“Berbagai bentuk propaganda dan provokasi dikhawatirkan dapat mengganggu proses terjadinya rekonsiliasi alami itu, bahkan akan terus mengadudomba bangsa ini,” kata As’ad saat memberikan pengantar dalam peluncuran buku putih itu.
As’ad mengatakan,buku putih itu menunjukkan bahwa tidak ada pembunuhan terencana atau genosida yang terjadi dalam serangkaian peristiwa 1965. Peristiwa itu merupakan konflik horisontal yang terjadi dalam kondisi vakum kekuasaan.
“Tidak ada pelaku tunggal atau korban tunggal. Semua kelompok adalah pelaku dan sekaligus korban karena yang terjadi adalah konflik horisontal,” katanya.
Buku putih itu juga melampirkan data korban dari kalangan NU baik dalam peristiwa 1948 dan 1965 yang hampir tidak pernah dicatat oleh para peneliti barat.
As’ad Ali menambahkan, penerbitan buku putih itu juga dimaksudkan untuk menjelaskan sejarah secara utuh melalui data sejarah dan penuturan para pelaku. Penjelasan itu terutama ditujukan untuk generasi muda NU agar tidak mudah resah serta bimbang dengan berbagai provokasi baru yang dilancarkan oleh sejumlah pihak
Dikatakannya, NU mempunyai pedoman bahwa dalam menyikapi berbagai informasi, apalagi menyangkut peristiwa yang terjadi beberapa tahun silam, perlu dilakukan proses klarifikasi (tabayyun). Secara internal, buku itu merupakan jawaban dari berbagai pertanyaan yang diajukan oleh warga NU, terutama generasi NU yang lahir belakangan.
“Generasi NU harus mengetahui sejarah secara utuh dan tidak mudah resah serta bimbang dengan berbagai provokasi baru yang dilancarkan oleh sejumlah pihak. Generasi NU harus konsisten dengan prinsip dan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah dan bernegara secara benar sesuai dengan falsafah dan ideologi bangsa sendiri yaitu Pancasila,” katanya.