TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tegas bersikap menolak pelantikan Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Binti, tersangka kasus dugaan suap Penanganan Pilkada Gunung Mas, Kalteng.
Sikap itu sangat berbeda dengan perlakukan KPK terhadap Bupati Boven Digul, Papua, Yusak Yaluwo, terpidana kasus korupsi pengadaan kapal tanker LCT 180 Wambon dan APBD Kabupaten Boven Digoel periode tahun 2002-2005.
Saat itu, KPK membiarkan Yusak dilantik di Rutan Cipinang, dengan pengawalan ketat. Padahal, sebelumnya Yusak juga ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta oleh KPK karena terindikasi korupsi.
Menanggapi perbedaan itu, Juru Bicara KPK, Johan Budi menjelaskan latar belakangnya. Menurut Johan, sikap yang beda untuk Hambit, karena status tersangka Hambit berkaitan dengan proses Pilkada Gunung Mas sendiri. Berbeda dengan Yusak, yang kasusnya justru diluar proses pemilihan.
"Karena kasus Hambit Bintih berbeda, dia kasusnya justru karena Pilkada itu sendiri," kata Johan Budi dikonfirmasi Tribunnews.com, Kamis (26/12/2013).
Kendati demikian, Johan mengakui, pernyataan sikap oleh institusinya, tidak mengakibatkan atau menimbulkan dampak, secara yuridis atau hukum. Sebab itu merupakan yuridiksi politik.
"Tidak ada kewajiban secara yuridis KPK menolak atau menerima. Itu hanya pernyataan sikap," kata Johan.
Seperti diketahui, KPK sudah menerima surat dari DPRD Gunung Mas, untuk pelantikan Hambit Bintih menjadi Bupati. Selain itu, KPK juga menerima surat dari Kemendagri yang berisi penyampaikan SK Pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Kab Gunung Mas.
Sedangkan, Hambit saat ini sedang menjalani masa tahanan sebagai tersangka KPK di Rutan Pomdam Guntur Jaya.