TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gunernur Banten Ratu Atut Chosiyah tetap menginginkan penangguhan penahanan dapat dikabulkan oleh Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK). Sikap ini disampaikan melalui kuasa hukumnya TB Sukatma.
TB Sukatma mempertanyakan alasan KPK tak mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap kliennya. Ia kembali memastikan, kliennya, Ratu Atut tidak akan melarikan diri dan tidak akan menghilangkan barang bukti.
"Permohonan penangguhan memang masih belum ada kepastiannya. Kita juga minta tidak dalam bentuk penahanan tapi hak-haknya dialihkan jadi jenis penagguhan penahannya agar dikabulkan," katanya saat ditemui di Rutan Pondok Bambu, Jakarta, Senin (30/12/2013).
Dengan jabatannya sebagai gubernur, katanya lagi, mengharuskan kliennya berada di Banten guna menjalankan roda pemerintahan.
"Ketimbang harus ditahan, faktor manfaatnya lebih sedikit, karena pemerintahan yang berhadapan dengan pelayanan masyarakat harus tetap berjalan," katanya.
Diberitakan sebelumnya, setelah diperiksa selama tujuh jam oleh KPK, Jumat 20 Desember lalu, Atut resmi menjadi penghuni Rutan Pondok Bambu.
Atut ditetapkan sebagai tersangka sejak 17 Desember 2013 dalam dua kasus sekaligus, yakni kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Lebak dan dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Provinsi Banten
Dalam kasus dugaan suap, Atut diduga memiliki peran dalam pemberian suap terhadap mantan Ketua MK Akil Mochtar yang telah lebih dulu menjerat adiknya Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan dan pengacara Susi Tur Andayani.
Atas perbuatannya, Atut dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.