TRIBUNNEWS.COM JAKARTA – Bangsa Indonesia pada saat ini secara sadar ataupun tidak sadari sudah kehilangan “ roh komunalnya”, bagaimana itu tidak terjadi ? kini segala sesuatunya dirasakan tidak lebih untuk mengedepankan kepentingan rakyat maupun umum, namun lebih pada kepentingan perorangan ataupun kelompok jauh lebih kuat dirasakan.
Hal ini dilontarkan Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup ke lima DR Alexander Sonny Keraf pada kesempatan Diskusi Panel Serial yang diselenggarakan Yayasan Suluh Nuswantara Bakti di Hotel Sultan, Sabtu (11/1/2014) dengan tema “ Interdependensi Masyarakat Martitim Dengan Lingkungan “.
Secara gamblang Sonny Keraf menceritakan saat Penyelenggaraan Sail Komodo 2013” di Pantai Pede, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) baru- baru ini , akupasi konglomerat dalam mengembangkan usahanya di wilayah tersebut berani membayar tanah harga berapa saja dari penduduk setempat demi kepentingan bisnisnya di daerah tersebut.
Disini Kata Sonny terlihat secara jelas hak ulayat penduduk setempat akan hilang atas sikap bisnis yang dilakukan oleh para konglemerat atau boleh dibilang para pebisnis disini lebih mengingingkan kepentingan bisnisnya dan mengesampingkan kepertingan rakyar maupun umum.
Pada Kesempatan yang sama Sonny juga sempat menyinggung istilah ketahanan pangan yang digunakan pada saat ini. “ Tidak tepat kita menggunakan istilah ketahanan pangan , namun seharusnta yang dipergunakan lebih pada kelayakan pangan.
“Karena dengan menggunakan istilah kelayakan pangan , bangsa Indonesia dapat memanfaatkan bahan pangan dari sumber alam yang dimilikinya baik yang ada di daratan maupun di lautan. Sementara bila menggunakan istilah ketahanan pangan, pemerintah dapat memanfaatkan sumber pangan itu tidak saja dari hasil alam yang kita miliki namun dapat mengimpor dari negara lain, seperti yang terjadi saat ini.” Kata Sonny.
Pada Kesempatan yang sama terkait dengan masalah sumber pangan DR Dedi Supriadi Adhuri dari kelompok Studi Maritim, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI sempat mengutip data dari BPK kerugian yang sangat besar karena illegal fishing atau memperkirakan tahun 2012 Indonesia menanggung kerugian sebesar Rp300 triliun akibat praktik pencurian ikan itu.
Sementara pemasukan dari sektor ini hanya sekitar US$3,5 juta. Jauh dibandingkan kerugian akibat illegal fishing,
Ke depan Kata Dedi untuk menambah sumber pangan yang berasal dari laut, sudah saatnya menambah budi daya laut. “ Sejauh ini dari 10 juta hektar budidaya laut baru dimanfaat sekitar 79 % dari lahan yang tersedia, sehingga belum maksimal dimanfaatkan .