TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitera Mahkamah Konstitusi (MK) Kasianur Sidauruk mengungkapkan Akil Mochtar selama menjabat Ketua MK, banyak menangani perkara sengketa Pilkada di Kalimantan. Padahal, kata Kasianur, panitera sempat memberikan catatan melalui lampiran, kalau Akil sudah banyak menangani perkara atau menjadi hakim panel perkara.
Hal itu diungkapkan Kasianur ketika bersaksi dalam sidang dengan terdakwa Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/1/2014).
"Iya (Akil banyak menangani perkara di Kalimantan)," jawab Kasianur ketika ditanya Penasihat Hukum Hambit.
Seperti diketahui, Hambit Bintih dan Cornelis Nalau didakwa memberikan atau menjanjikan sesuatu, yaitu berupa uang SGD 294.050, USD 22.000 dan Rp 766.000 atau semua berjumlah Rp 3 miliar serta Rp 75 juta kepada hakim, Akil Mochtar melalui anggota dewan fraksi Golkar, Chairun Nisa.
Padahal, diketahui uang tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Gunung Mas yang tengah berpekara di MK.
"Hadiah atau janji tersebut diberikan agar Hakim Akil Mochtar selaku ketua merangkap anggota dan Maria Farida Indrati serta Anwar Usman sebagai anggota dalam putusannya menolak permohonan keberatan yang diajukan oleh Alfridel Jinu-Arnold (pasangan bakal calon) dan Jaya Samaya-Daldin (pasangan bakal calon)," kata jaksa Ely Kusumastuti saat membacakan surat dakwaan pada sidang perdana.
Selain itu, pemberian tersebut juga dimaksudkan agar MK menyatakan keputusan KPU Kabupaten Gunung Mas No.19 tahun 2013 tentang Pasangan Calon Terpilih pada Pilkada Kabupaten Gunung Mas periode 2013-2018 adalah sah.
KPK memang telah menetapkan Akil sebagai tersangka dalam dua kasus korupsi, yakni kasus dugaan suap penanganan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten.
Dari dua kasus tersebut, Akil diduga menerima suap sebesar Rp 4 miliar. Dengan rincian, Rp 3 miliar dari kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas dan Rp 1 miliar diterimanya dalam kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Lebak.
Kemudian, berdasarkan pengembangan, KPK menambahkan satu pasal untuk menjerat Akil, yaitu Pasal 12B UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sangkaan Pasal 12B tentang gratifikasi baru ditambahkan kepada Akil lantaran KPK menduga Akil kerap menerima pemberian hadiah/janji yang berkaitan dengan jabatannya sebagai Ketua MK.
Bahkan, terhadap Akil akhirnya juga dijerat menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tahun 2002 dan 2010.