Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah merasa menerima ketidakadilan dari KPK dengan menjadi tersangka utama kasus pemaksaan gratifikasi fee atau pemaksaan terkait proyek pengadaan sarana dan prasarana alkes di lingkungan Pemprov Banten TA 2011-2013.
Seharusnya, Kepala Dinas Kesehatan lah yang dimintai pertanggungjawaban secara hukum bila terjadi pemerasan dalam proyek tersebut. Sebab, dia lah pejabat yang berperan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek tersebut.
"Itu kepala dinasnya sampai sekarang belum dimintai pertanggungjawaban secara hukum, baru sebatas jadi saksi. Seharusnya kan berjenjang, mulai kepala dinas, kepala biro, baru ke gubernur. Kan Bu Atut tidak terlibat secara teknis, hanya sebatas kebijakan, menjalankan regulasi. Kalau implementasi proyeknya yah kepala dinasanya," kata anggota kuasa hukum Atut, Firman Wijaya, Senin (20/1/2014).
"Seharusnya dan sudah sewajarnya kepala dinas dimintai pertanggungjawaban secara hukum, harusnya tersangka duluan," kata dia.
Firman mengaku bingung pada pola kerja pihak KPK atas penetapan tersangka Atut terkait dugaan pemerasaan dalam proyek itu.
"(Penyidikan KPK) itu enggak dari pucuk, itu zig-zag, enggak jelas. Kalau KPK mau menerapkan 'anak tangga', harus kepala dinasnya duluan tersangka. Tapi, kenapa sampai sekarang jadi saksi," imbuhnya.
Diberitakan, Atut sendiri sudah memecat Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Banten, Djaja Buddy Suhardja, dari jabatannya sejak 9 Desember 2013. Bahkan, Djaja juga dipecat dari kedudukannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Padahal, masa pensiunnya baru berakhir pada 1 Juni 2015.
Dikabarkan, Atut memecat Djaja gara-gara menjadi saksi kunci dan menjadi pelapor kasus dugaan korupsi alkes ini. Dugaan korupsi yang dilakukan oleh Atut bermula dengan tertangkapnya sang adik, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan oleh KPK pada 2 Oktober 2013.
Wawan ditangkap karena diduga melakukan penyuapan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Lebak. Dari pengembangan kasus itu, KPK menemukan dua alat bukti bahwa Atut juga terlibat.
Dan akhirnya Atut pun ditahan pihak KPK di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. Tidak berhenti di situ. Penyidik KPK juga menemukan dua alat bukti bahwa Atut terlibat pemerasan atau gratifikasi berupa fee terkait proyek pengadaan alkes Banten Tahun Anggaran 2012-2013.