TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rizal Ramli, mantan Menteri Perekonomian di era Abdurahman Wahid, mendapat somasi dari pengacara pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarga.
Somasi merupakan buntut tudingan Rizal atas SBY menerima gratifikasi jabatan Wakil Presiden Boediono, beberapa waktu lalu. SBY mengklarifikasi dalam bukunya, Selalu Ada Pilihan, soal tudingan ini. Meski dalam buku itu tidak mencantumkan nama Rizal, intinya SBY menjelaskan bahwa keputusannya menggaet Boediono sebagai cawapres untuk Pemilu 2009, karena tertinggi menurut hasil survei.
Saiful Mujani sebagai pollster Lembaga Survei Indonesia kala itu, yang dipercaya mensurvei tiga cawapres pilihan, tahu betul pada akhirnya SBY menggaet Boediono. Selain Boediono, SBY juga menyodorkan nama lain, yakni Aburizal Bakrie dan Kuntoro Mangkusubroto.
Saat ini, Ketua Tim Advokat dan Konsultan Hukum, Palmer Situmorang, sudah melayangkan somasi kedua untuk Rizal. Kalau kemudian SBY menindaklanjuti somasi tersebut kepada Rizal, tidak menutup kemungkinan Saiful akan diminta sebagai saksi, dan ia bersedia.
Kepada Tribunnews.com di Kantor Saiful Mujani Research and Consulting, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/1/2014) malam, Saiful mengakui siap dijadikan saksi. Bukan karena ia mendukung SBY, tapi untuk menjelaskan fakta sebenarnya soal Boediono dipilih sebagai cawapres.
"Saya enggak keberatan. Saya juga tidak boleh menghindar atas keterangan yang saya tahu, karena itu persoalan serius. Saya tidak bisa mengingat persis cerita itu, hanya umumnya yang saya ingat," ungkap Saiful di ruang kerjanya.
Tanpa bermaksud membela SBY, Saiful menegaskan, tudingan Rizal memang cukup serius kalau mengatakan Boediono dipilih sebagai cawapres sebagai bentuk terima kasih dalam penggelontoran kasus Bank Century. Saat itu, Boediono masih menjabat Gubernur Bank Indonesia.
Keputusan bailout Bank Century yang dilakukan KSSK terjadi pada 20-21 November 2008, sedangkan survei terkait cawapres yang akan mendampingi SBY dalam Pilpres 2009, terjadi dalam kurun waktu 27 April sampai 4 Mei 2009. Saiful mengakui bahwa survei cawapres dilakukan sekitar Mei.
"Survei itu masukan kepada Pak SBY pribadi. Makanya saya enggak publikasikan karena survei tertutup. Saya enggak ada urusan dalam hal ini, cuma mengajukan fakta secara jernih saja," tegas Saiful.
Pendiri Saiful Mujani Researh and Consulting ini meneruskan ceritanya, kendati SBY mentereng sebagai capres, tetap butuh seorang cawapres.
Karena percaya survei, SBY memanggil Saiful. Jauh sebelum survei cawapres, SBY sudah memantau, dan tak jarang memakai hasil riset LSI yang menyoal kinerjanya sejak 2004.
Persiapan menjaring cawapres dilangsungkan SBY dengan mengundang Saiful ke rumahnya di Cikeas. Obrolan hanya empat mata, bertempat di perpustakaan pribadi SBY, dan meminta Saiful memberi masukan, kira-kira siapa saja cawapresnya nanti.
"Pertanyaan umumnya siapa yang bisa mendampinginya sebagai cawapres," ungkap Saiful, yang kemudian memberi masukan agar SBY melihat para menterinya yang senior yang duduk dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I.
Tukar pikiran antara SBY dan Saiful untuk menjaring dan menentukan nama-nama, berlangsung lebih dari sejam, setelah berpikir SBY mengungkapkan keinginannya agar Saiful mengecek nama-nama ini di masyarakat. Survei ini memang permintaan SBY pribadi.