News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Anggoro Ditangkap KPK

Jejak Anggoro Widjoyo

Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Anggoro Widjojo ditunjukkan kepada wartawan sebelum jumpa pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2014) malam, setelah diterbangkan dari Cina. Anggoro adalah tersangka atas dugaan korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Kementerian Kehutanan oleh KPK pada Juni 2009 lalu. Anggoro diduga menyuap anggota Komisi IV DPR kala itu. Warta Kota/Henry Lopulalan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo berstatus buronan KPK sejak 2009. Ia sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) senilai Rp 180 miliar di Departemen Kehutanan (Dephut), proyek tahun 2007.

Kasus tersebut melibatkan sejumlah anggota DPR, pejabat di Dephut dan pihak swasta rekanan Dephut, yaitu PT Masaro Radikom.

Proyek SKRT sebenarnya sudah dihentikan pada 2004, pada masa Menhut M Prakoso, pemeritnahan Megawati. Namun, atas upaya Anggoro, proyek tersebut dihidupkan kembali. Anggoro diduga menyuap empat anggota Komisi IV DPR yang menangani sektor kehutanan yakni Azwar Chesputra, Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, dan Fachri Andi Leluas.

Komisi IV saat itu dipimpin Yusuf Erwin Faishal pun mengeluarkan Surat Rekomendasi untuk melanjutkan proyek SKRT.  Agustus 2008, KPK mengeluarkan surat perintah cegah terhadap Anggoro.

Namun, sejak Juli 2008, Anggoro sudah tak lagi berada di Indonesia. Dalam menyidik perkara ini, timbul isu yang menyebutkan dua pimpinan KPK, yaitu Bibit dan Chandra menerima uang Rp 5,1 miliar untuk menghentikan kasus yang melibatkan Anggoro.
Ketua KPK Antasari Azhar lantas terbang ke Singapura untuk menemui Anggoro, memastikan soal adanya pimpinan KPK yang bermain-main dengan perkara korupsi.

Berikut ini kronologis jejak Anggoro dalam kasus SKRT:

10 Oktober 2008
Ketua KPK Antasari Azhar mengaku menemui Direktur PT Masaro, Anggoro Wijdjo, kakak di Singapura. Anggoro sudah lama bermukim di sana. Antasari hendak mengonfirmasi informasi yang diterimakanya, bahwa Anggoro menyuap beberapa pimpinan KPK.

14 Maret 2009
Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran (PRB Nasrudin Zulkarnaen tertembak seusai bermain golf di Padang Golf Modernland, Kota Tangerang. Ia tewan sehari kemudian di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, 15 Maret. Dalam persidangan, Antasari terbukti terlibat pembunuhan berencana terhadap Zulkarnaen.

4 Mei 2009
Ketua KPK Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

16 Mei 2009
Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga mengaku pernah menemui Anggoro Wijdjo, kakak Kandung Anggodo di Singapura pada 10 Oktober 2008.

24 Juni 2009
 KPK menetapkan Direktur PT Masaro Radiokom Anggoro Wijodjo sebagai tersangka dalam kasus pengadaan alat SKRT Departemen Kehutanan.

6 Juli 2009
Antasari resmi melaporkan dugaan suap terhadap pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro Jaya.

15 Juli 2009
Anggodo Widjojo adik kandung Anggoro dan Ary Mulyadi selaku perantara atau makelar kasus, membuat pengakuan menyerahkan uang suap sebesar Rp 5,1 miliar ke pimpinan KPK Bibit dan Chandra.

7 Agustus 2009
Polisi mengaku memperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencegahan dan pencabutan cegah yang tidak dilakukan secara kolektif. Bukti itu, Chandra mencekal Anggoro, Bibit mencegah Joko Tjandra, lalu Chandra cabut penceghan Joko.

15 September 2009
Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang.

17 September 2009
Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus hukum.

21 September 2009
Presiden menerbitkan Keputusan Presiden pemberhentian sementara Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK.

6 Oktober 2009
Presiden SBY melantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Mas Achmad Santosa, dan mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo. Tiga nama ini diperoleh SBY dari rekomendasi Tim Lima.

21 Oktober 2009
Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK.

23 Oktober 2009
Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di media massa. Isinya percakapan antara Anggodo dengan mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut.
 
29 Oktober 2009
Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian pimpinan KPK, hinnga ada putusan akhir MK. Selain itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan rekaman.

29 Oktober 2009
Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.

2 November 2009
Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir Syamsudin.

3 November 2009
Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang 4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.

1 Desember 2009
Kejaksaan resmi mengeluarkan SKPP untuk Bibit dan Chadra. SKPP untuk Chandra bernomor Tap-01/0.1.14/Ft.1/12/2009, sedangkan SKPP untuk Bibit bernomor Tap-02/0.1.14/Ft.1/12/2009. SKPP itu diserahkan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Setia Untung Arimuladi.

24 Maret 2010
Anggodo Widjojo yang diwakili dari kantor hukum RB Situmeang & Partner mengajukan Praperadilan terhadap Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang diterbitkan Kejari Jaksel dalam perkara Bibit Samat Rianto dan Chandra M Hamzah.

19 April 2010
Nugraha Setiaji Majelis Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan Anggodo dalam gugatan Praperadilan atas SKPP Bibit dan Chandra. Dua pimpinan KPK tersebut harus dibawa ke pengadilan dengan dugaan pemerasan kepada Anggoro Widjojo.

31 Agustus 2010
Anggodo Widjojo terdakwa upaya penyuapan pimpinan dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Rp 5,15 miliar, vonis 4 tahun penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai Anggodo terbukti mencoba menghalangi penyidikan KPK terhadap Anggoro Widjojo terkait dugaan korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT). Dalam perbuatannya, Anggodo melakukan korupsi bersama-sama dengan saksi Ary Muladi dan Eddy  Sumarsono.

4 Januari 2012
Komis Pemberantasan Korupsi memulai kembali pemeriksaan berkas Anggoro Widjojo, tersangka kasus pemberian suap terkait proyek Sistem Komunikasi Radior Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan. Pagi itu, KPK pemeriksaan mantan anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat asal Fraksi Partai Golkar, Azwar Chesputra, sebagai saksi untuk Anggoro.

 30 Desember 2013
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengakui masih punya utang besar yakni menangkap Anggoro.

30 Januari 2014
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengumumkan Anggoro tertangkap di China dan tiba dibawa ke Jakarta, Kamis malam. (Tribunnews/pra/edw)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini