TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Muhamad Akil Mochtar didakwa menerima lebih Rp 63,7 miliar untuk 'pemulusan' 15 sengeta pilkada yang ditanganinya sewaktu menjabat hakim konstitusi di MK.
Untuk penanganan perkara sengketa Pilkada Kota Palembang, Akil didakwa menerima Rp 19.866.092.000 dan 500 Ribu Dolar Amerika Serakat dari Wali Kota Palembang terpilih Romi Herton. Adalah Muhtar Ependy yang menjadi perantara aliran dana dari Romi Herton ke Akil Mochtar.
Hal itu terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Wawan Yunarwanto, membacakan surat dakwaan Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Jaksa Wawan memaparkan, Pilkada Kota Palembang digelar pada 7 April 2013 dan diikuti oleh tiga pasangan calon, yakni Mularis Djahri-Husni Thamrin, Romi Herton-Harni Joyo, dan Sarimuda-Nelly Rasdania.
Berdasarkan hasil penghitungan perolehan suara KPUD Kota Palembang, diketahui pasangan Muralis Djahri-Husni Thamrin memperoleh 97.810 suara, Romi Herton-Harni Joyo memperoleh 316.915 suara, dan Sarimuda-Nelly Rasdania memperoleh 316.923 suara.
Romi Herton tidak terima atas hasil pilkada itu. Ia pun menghubungi orang yang dikabarkan sepupu Ketua MK Akil Mochtar, Muhtar Ependy. Romi menyampaikan kepada Muhtar bahwa dirinya akan mengajukan gugatan ke MK atas hasil pilkada itu.
Benar saja, Romi mendaftarkan gugatan hasil Pilkada Kota Palembang ke MK pada 16 April 2013 dan Akil pun terpilih sebagai Ketua panel hakim perkara gugatan itu.
"M Akil Mochtar sebagai ketua merangkap anggota, Maria Farida Indrati dan Anwar Usman masing-masing sebagai anggota," kata jaksa Wawan.
Soal Penilaian Harian & Pembahasan Kunci Jawaban Geografi Kelas 12 SMA/MA Pola Keruangan Desa & Kota
Soal & Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 8 SMP Bab 2 Kurikulum Merdeka : Iklan, Slogan dan Poster
Pada sekitar Mei 2013, Akil menelepon Muhtar Ependy dan memintanya agar menyampaikan pesan ke Romi Herton untuk menyiapkan dana agar gugatan keberatan yang diajukannya di MK dikabulkan. Dan Muhtar Ependy pun melaksanakan permintaan Akil itu kepada Romi Herton.
Atas permintaan Akil itu, Romi Herton menyatakan sanggup menyiapkan uang Rp 20 miliar. "Dan disanggupi oleh Romi Herton dengan menyiapkan uang sebesar Rp 20.000.000.000," kata jaksa Wawan.
Eksekusi penyerahan uang dilakukan.
Eksekusi diawali dengan penyerahan uang yang dilakukan Romi Herton melalui istrinya, Masitoh. Sang istri wali kota tersebut menyerahkan uang Rp 12 miliar dan Rp 3 miliar dalam bentuk mata uang Dolar AS kepada Akil Mochtar melalui Muhtar Ependy di kantor BPD Kalbar Cabang Jakarta, Jalan Arteri Mangga Dua Jakarta Pusat pada 16 Mei 2013.
"Sedangkan sisanya sebesar Rp 5 miliar dijanjikan oleh Romi Herton akan diberikan kepada Terdakwa melalui Muhtar Ependy setelah permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kota Palembang tersebut diputus oleh MK RI," jelas jaksa Wawan.
Uang muka atau Down Payment (DP) Romi Herton itu untuk pemenangan gugatannya itu pun terbilang berhasil. Pada 20 Mei 2013, MK memutus perkara gugatan Romi Herton yang isinya mengabulkan gugatannya.
Dalam surat putusan Nomor 42/PHPU.D-XI/2013, MK memutuskan, membatalkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilkada Kota Palembang dan menetapkan perolehan suara yang benar adalah pasangan Muralis Djahri-Husni Thamrin memperoleh 97,809 suara, Romi Herton-Harni Joyo memperoleh 316.919 suara, dan Sarimuda-Nelly Rasdania memperoleh 316.896 suara.
Setelah putusan MK dibacakan, Romi Herton memenuhi janjinya kepada Akil dengan menyerahkan uang Rp 5 miliar untuk Akil melalui Muhtar Ependy. Pada 20 Mei 2013, Romi Herton memberikan uang Rp 3.866.092.800 untuk Akil melalui transfer ke rekening giro atas nama CV Ratu Samagat, yakni perusahaan milik istri Akil, Ratu Rita.
Selanjut Romi Herton menyerahkan uang secara tunai kepada Akil sebesar Rp 7,5 miliar. "Sedangkan sisanya kurang lebih sebesar Rp 8,5 miliar atas seijin Terdakwa (Akil Mochtar) dikelola oleh Muhtar Ependy untuk modal usaha."
Atas penerimaan itu, JPU KPK mendakwa Akil Mochtar telah melanggar Pasal 12 huruf c Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUH-Pidana, juncto Pasal 65 ayat 1 KUH-Pidana.