TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Kehutanan RI, MS Kaban memenuhi panggilan KPK, Kamis (27/2/2014).
Kepada wartawan, ia mengakui diperiksa sebagai saksi untuk Anggoro Widjojo, tersangka dugaan suap pengurusan proses anggaran Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tahun anggaran 2006-2007.
"Saya dipanggil sebagai saksi, diminta keterangan untuk Anggoro dalam kasus pemberian uang kepada anggota-anggota dewan," kata MS Kaban di KPK.
Meski belum dapat menjelaskan apa-apa kepada wartawan, MS Kaban mengaku akan kooperatif kepada penyidik KPK pada pemeriksaan hari ini.
"Kami patuhi saja, ini kan proses hukum," ujarnya.
Selain MS Kaban, KPK juga memanggil Muhammad Yusuf. Yusuf diketahui sebagai sopir MS Kaban.
Terkait MS Kaban dan Muhammad Yusuf, keduanya diketahui sudah dikenakan status cegah ke luar negeri selama enam bulan ke depan menyangkut penyidikan kasus dugaan korupsi SKRT. Penetapan status cegah itu diumumkan KPK pada Selasa (11/2/2014) lalu.
Status cegah itu sendiri dikenakan agar memudahkan KPK dalam meminta keterangan dari keduanya. Sehingga Kaban dan sopirnya sedang tidak berada di luar negeri apabila KPK sewaktu-waktu membutuhkan keterangan keduanya.
Informasi dihimpun mengenai proyek SKRT, proyek tersebut telah dihentikan pada tahun 2004 lalu. Ketika itu Kemenhut dipimpin Menteri M Prakoso. Meski begitu, Anggoro Widjojo diketahui menghidupkan kembali proyek tersebut.
Adapun MS Kaban menduduki kursi Menhut selama lima tahun dari tahun 2004 hingga 2009. Dari informasi dihimpun, Kaban ditengarai menandatangani surat penunjukan langsung terhadap PT Masaro Radiokom yang dimiliki Anggoro Widjojo. Akan tetapi, Kaban telah menyatakan penunjukan langsung PT Masaro sudah sesuai prosedur. Hal itu diungkapkannya usai diperiksa KPK tahun 2012 lalu.
Terkait Anggoro Widjojo, dia adalah pemilik PT Masaro Radiocom yang ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek di Kemenhut tahun anggaran 2006-2007. Anggoro kemudian melarikan diri ke luar negeri. Dia buron saat KPK masih menyelidiki kasus tersebut dan setelah melakukan penggeledahan di kantor Anggoro pada tahun 2008 lalu.
Diketahui, kasus yang melibatkan Anggoro Widjojo ini kemudian menjadi isu besar lantaran adanya upaya dari adik Anggoro, Anggodo Widjojo mempengaruhi penyidik di Polri untuk mengkriminalisasi dua pimpinan ketika itu yaitu Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto.
Akan tetapi Anggodo divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Vonis itu juga dijatuhkan kepada Presiden Direktur (Presdir) PT Masaro Radiocom, Putranefo Alexander Prayugo, mantan anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Golkar Azwar Chesputra, Hilman Indra asal Fraksi Partai Bulan Bintang (PBB) dan Fahri Andi Leluasa asal Fraksi Partai Golkar.
Vonis bersalah untuk Putranefo Alexander Prayugo lantaran dianggap terbukti memperkaya diri sendiri yaitu PT Masaro Radiokom dan orang lain. Hal itu dinilai dari upaya memperkaya mantan Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Departemen Kehutanan (Dephut) Wandojo Siswanto sebesar Rp 20 juta dan 10 ribu dollar AS dan bekas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenhut, Boen Mochtar Purnama sebesar 20 ribu dollar AS. Termasuk PT Masaro Radiokom Rp 89,3 miliar.
Adapun menyangkut Azwar Chesputra, Hilman Indra, dan Fahri Andi Leluasa divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta setelah dianggap terbukti menerima uang terkait pemulusan persetujuan anggaran proyek SKRT. Dimana PT Masaro Radiokom keluar sebagai pemenang. Uang itu diberikan Anggoro Widjojo melalui bekas Ketua Komisi IV DPR RI, Yusuf Erwin Faisal. Diketahui, Azwar Chesputra menerima uang 5 ribu dollar Singapura dan Hilman Indra 140 ribu dollar Singapura dan Fahri Andi Leluasa menerima 30 ribu dollar Singapura. (edwin firdaus)