TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusut dugaan penerimaan hadiah atau THR ke anggota Komisi VII DPR, sebagaimana yang terungkap dalam sidang perkara suap SKK Migas yang telah menjerat Rudi Rubiandini sebagai terdakwa.
Bahkan, bila kuat bukti yang didapat KPK, tak tanggung-tanggung, 43 orang anggota DPR yang membidangi masalah energi itu akan dijerat lembaga antikorupsi tersebut.
"Jadi semua yang muncul di persidangan, akan divalidasi KPK," tegas Juru Bicara KPK, Johan Budi saat dikonfirmasi wartawan, di kantornya, Jakarta, Rabu (26/2/2014).
Sebelumnya, dalam sidang Rudi Rubiandini, terkuak adanya upeti 190.000 dollar AS diperuntukan bagi hampir keseluruhan unsur Komisi VII DPR mulai dari empat pimpinan, 43 anggota, dan sekretariat.
Fakta itu terungkap kemarin saat Jaksa KPK menghadirkan enam saksi untuk terdakwa Rudi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Mereka yakni, mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) ESDM Waryono Karno, Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana, Kasubdit Penunjang Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Budhiantono, Sekretaris Kepala SKK Migas Tri Kusuma Lidya, dan HM Naser Zein (ustad Pondok Pesantren di Bogor).
Adalah Didi Dwi Sutrisnohadi yang mengungkap fakta tersebut hampir secara rinci.
Awalnya Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto menanyakan beberapa hal yang standar seperti apakah dia mengenal Rudi atau tidak dan mengetahui kasusnya. Dari pertanyaan itulah kemudian muncul soal uang USD 149.000 yang terbagi dalam dua tahap pemberian yakni, USD 140.000 dan USD 50.000.
Didi menguraikan proses pemberian tahap pertama sebesar USD 140.000. Awalnya, pada 28 Mei 2013 sekitar pukul 09.00 WIB Didi diundang ke ruangan makan Sekjen Waryono Karyo yang biasa juga digunakan untuk ruangan rapat untuk mempersiapkan rapat di DPR bersama Komisi VII.
Di ruangan besar di dekat ruangan tersebut ada rapat yang diselenggarakan Sekjen bersama jajarannya untuk mempersiapkan asumsi mikro Rancangan APBN Perubahan (RAPBNP). Waryono menyuruh siapkan dana untuk disampaikan ke Komisi VII DPR.
"Saya bilang saya tidak ada uang, uang dari mana," kata Didi di depan majelis hakim.
Waryono kemudian memerintahkan Didi untuk menelpon orang SKK Migas. Didi mengaku tidak punya kapasitas untuk menelpon. Waryono ngotot dan menyuruh Didi memanggil Kabiro Perencanaan Kementerian ESDM Ego Syahrial (sekarang mantan Kabiro). Ego diperintahkan membantu Didi. Tidak berapa lama, Waryono menyuruh Didi segera menelpon Hardiono (pegawai SKK Migas). Karena Didi tidak punya nomornya, maka Waryono kembali kukuh mengarahkan Didi menggunakan telpon wireless sekretariat.
Di ujung telpon ternyata Hardiono sudah paham maksud Waryono. "Setelah itu saya kasih telepon wireless itu ke Pak Sekjen. Setelah itu Pak Sekjen keluar (dari ruangnya) dia bilag nanti ada dana dari SKK," ujarnya.
Tak berselang lama, Hardiono yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala BP Migas yang kini menjadi tenaga ahli SKK Migas itu kemudian membawa bungkusan. Bungkusan itu kata Hardiono 'ini dari SKK Migas'. Bungukusan kemudain diletakan Didi di meja rapat.
Saat itu ada Waryono dan pegawai Setjen Asep Permana. Waryono memerintahkan dibuka. Tetapi Didi menolak karena bukan tugas pokok dan fungsinya. Kemudian Waryono kembali marah lagi. Ego kembail dipanggil tetapi tidak bisa hadir karena sedang rapat.