TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Setelah tiba di Pekanbaru pada Sabtu (15/3/2014) pukul 16.51 wib, Presiden SBY langsung menggelar rapat dengan beberapa unsur terkait.
Presiden mempertanyakan, kenapa masalah kebakaran lahan dan hutan terus terjadi berulang-ulang. Para pembakar itu sebagai penjahat kemanusiaan. Jutaan warga Riau, Sumbar dan lainnya menderita akibat asap.
Presiden SBY juga menyatakan, dalam situasi krisis harus dengan manajemen krisis. Contohnya, dalam perang militer ada prajurit yang melakukan kejahatan perang maka segera dilakukan pengadilan perang di lapangan sehingga ada efek jera dan tidak diikuti yg lain.
"Di Indonesia tidak ada orang kuat. Tidak ada org yang tidak tersentuh hukum. Saya ingin betul penyelesaian sampai akarnya. Jadi, jangan ada orang yang melakukan terus menerus dan ini dijadikan biasa. Bussiness as usual," kata Presiden.
"Mari kali ini kita lakukan untuk kepentingan saudara-saudara kita di Riau. Kita tuntaskan dan dapatkan betul apa yang menjadi penyebabnya. Penegakan hukum harus tegas. Bisa kita bayangkan bahwa sekian juta saudara kita terkena dampak asap. Ini kejahatan."
SBY juga mengaku terpikir kecamatan dan kabupaten mana yang lahan atau hutannya terbakar. "Mumpung kita memiliki banyak pasukan dan apabila ketemu ini di lapangan, langsung diusut tuntas dan setelah itu bersih. Kebakaran ini karena oknum," ujarnya.
Presiden menegaskan dalam 3 minggu harus hilang asapnya. Titik api harus dipadamkan. Yang sakit bikin sembuh dan normalisasi kegiatan penduduk. "Ukuran keberhasilan adalah hilang asap, sakit disembuhkan, dan pelaku ditangkap serta diproses secara hukum. Saya akan dua malam disini, untuk melihat secara spot lokasi yang terbakar. Saya agendakan untuk bertemu dengan para pengusaha," tegasnya.
Kepala BNPB, Syamsul Maarif, menambahkan hukuman terlalu ringan bagi pelanggaran ini hanya di bawah 1 tahun. Seperti yang diungkapkan Bapak Presiden ini sebagai kejahatan kemanusiaan jadi harus dihukum berat.