TRIBUN, JAKARTA - Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jeirry Sumampow, mengakui memasuki masa pemilu, gereja-gereja begitu banyak mendapat godaan dari calon anggota legislatif dan partai politik.
Menurutnya, saat ini muncul fenomena gereja, caleg dan parpol saling menunggangi dan memanfaatkan. Tak dipungkiri, tak sedikit caleg dan parpol menggunakan medium gereja untuk menarik umat memberikan suara kepada mereka.
"PGI mendorong gereja tidak terlibat politik praktis. Apalagi meminta uang dari caleg atau parpol. Tak etis bagi gereja dan para pendeta melakukan itu. Gereja harus berdiri di tengah kepentingan umat," ujar Jeirry di KPU, Jakarta, Selasa (18/3/2014).
Dua tahun jelang Pemilu 2014, Jeirry dan teman-teman PGI keluar masuk gereja di Indonesia untuk memberikan pendidikan politik kepada umat, majelis pengurus gereja dan pendeta, agar tidak terjebak dalam bentuk dukung mendukung caleg atau parpol.
Seharusnya, sambung Jeirry, Gereja harus mendorong dan memberikan pendampingan bagi para caleg dan parpol supaya benar melakukan politik praktis, seperti tidak melakukan politik uang, memperingatkan mereka taat aturan, dan menjadikan caleg berkualitas.
Gereja memang sejak dulu menerima bantuan dari umat sebagai bentuk ucapan syukur. Namun, ketika memasuki event politik seperti pemilu, gereja dalam posisi sulit. Tapi, sesulit apapun harus diingat bahwa politik gereja adalah politik moral, bukan mendukung calon tertentu.
"Memang ada beberapa fenomena caleg atau parpol sengaja memanfaatkan gereja. Gereja ada yang tidak sadar tapi membiarkan diri sehingga dimanfaatkan. Ada juga gereja yang sadar tapi saling memanfaatkan. Tapi, ada juga gereja yang tegas netral," katanya.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) ini menambahkan, memang yang bahaya ketika pihak internal gereja, majelis jemaat sebagai pengurus yang terdiri dari berbagai latarbelakang profesi memiliki afiliasi politik, sehingga mudah memengaruhi umat untuk memilih calon atau partai tertentu.
"Beberapa organisasi gereja ada yang jelas memiliki aturan. Ada yang memang tidak tegas. Kalau gereja mendukung calon atau parpol, yang kena sanksinya adalah pendeta. Bisa teguran atau penggembalaan. Tapi di kami cenderung penggelembalaan," imbuhnya.