Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Berjuang di garis terdepan negeri merupakan sebuah pengorbanan, hal itu membuat Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan penguatan keamanan tak akan berarti jika kesejahteraan di perbatasan tak ditingkatkan.
"Kami semua bersepakat bagi masyarakat perbatasan yang perlu dititikberatkann adalah persoalan kesejahteraan, infrastruktur untuk membuka keterisolasian, dan meningkatkan akses pendidikan serta kesehatan," kata Moeldoko ditemui di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (19/3/2014).
Moeldoko menambahkan persoalan keamanan tak akan muncul jika masyarakat di perbatasan sejahtera.
"Saya kira sektor ekonomi harus menjadi concern kita di perbatasan, bukan masalah keamanan," katanya.
Meski begitu, TNI saat ini terus mengevaluasi pengenai penguatan pertahanan di perbatasan, khususnya perbatasan Indonesia dengan negara lain. Untuk alat utama sistem senjata (alutsista) misalnya, TNI berencana mengevaluasi penempatan alutsista di perbatasan.
"Contohnya, penempatan tank di sana mungkin perlu kita lihat kembali apakah perlu ada penyesuaian atau tidak. Saat ini kita sedang evaluasi," kata Panglima.
Menurutnya, TNI juga berencana menambah pos-pos di perbatasan. Keberadaan pos perbatasan sangat penting untuk memantau aktivitas di sana. Apalagi perbatasan Indonesia cukup panjang.
"Di daratan kita berbatasan dengan negara Malaysia, Brunei dan Papua New Guinea. Bentang perbatasan Indonesia dan Malaysia di Pulau Kalimantan lebih kurang 1.800 kilometer. Bentang perbatasan Indonesia dan Papua New Guinea di Pulau Papua lebih kurang 2000 kilometer," kata Moeldoko.
Panglima menyebutkan batas-batas fisik perbatasan masih sangat minim, hanya terbatas pada patok-patok yang kadangkala tidak terlihat. Batas-batas fisik di perairan bahkan tidak nampak, hanya dapat diketahui melalui titik koordinat tertentu.
"Pos-pos kita di perbatasan masih sangat terbatas. Saya kira program yang selalu kita lakukan dari waktu ke waktu adalah menambah pos-pos perbatasan," katanya.
Sebelumnya, pemerhati masalah pertahanan, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, mengatakan kesenjangan pembangunan antardaerah, khususnya di perbatasan, berpotensi memicu keinginan melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, pemerintah harus berupaya serius memeratakan hasil pembangunan di wilayah perbatasan demi menjaga keteguhan persatuan NKRI.
Apalagi, ketimpangan pembangunan juga sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa sebab mendorong radikalisme, separatisme, dan rongrongan dari luar berupa ancaman konvensional dan nonkonvensional.
"Konflik sangat mungkin terjadi akibat akumulasi kesenjangan pusat dan daerah," kata Anggota Komisi I DPR itu.
Wilayah RI berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua Nugini (PNG), dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat provinsi, dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda.
Wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan PNG.
Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas.
Sebagai wilayah perbatasan, beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh dinamika sehingga pembangunan dan masyarakatnya pada umumnya miskin dan banyak yang berorientasi pada negara tetangga.
Di lain pihak, salah satu negara tetangga, yaitu Malaysia, telah membangun pusat-pusat pertumbuhan dan koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah memberikan keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakat.