Penjepit rambut dan secarik kertas itu merupakan tulisan tangan Satinah dari balik jeruji penjara di Provinsi Al Gaseem, Arab Saudi.
Berdasarkan pengakuan Nur, barang itu diselundupkan keluar dari penjara oleh seorang teman Satinah. Surat itu dilipat sedemikian rupa, disembunyikan di dalam rambut agar tidak diketahui penjaga.
"Suratnya yang bawa temannya ibu, yang dulu itu satu penjara, tetapi sekarang sudah bebas. Nitip jepit ini dan surat untuk disampaikan ke keluarga. Suratnya dijepit pakai penjepit rambut ibu, dipakai oleh teman ibu supaya bisa dibawa keluar penjara," kata Nur di Ungaran, sesaat sebelum berangkat ke Jakarta bersama pamannya untuk menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pimpinan DPR RI, Senin pagi.
Dalam secarik kertas seukuran blocknote itu, Satinah mengungkapkan kerinduannya kepada anaknya.
"Kepada anakku, Nur, dan semua keluarga saya yang di kampung halaman. Terima kasih aku sudah bisa terima suratmu, sudah aku baca dan aku bahagia, dan aku senang pandang fotomu. Mudah-mudahan aku bisa ketemu," tulis Satinah.
Surat itu, ungkap Nur, merupakan balasan surat yang dikirimnya saat Satinah masih bekerja untuk Nura al-Gharib, majikan yang akhirnya bermasalah dan menyebabkan dirinya dijebloskan ke penjara.
Satu-satunya petunjuk surat itu asli ditulis Satinah adalah penjepit rambut yang bertulis "TINA" berikut nomor telepon Nur Afriana. Konon, Satinah bersusah payah menulis nama dan nomor telepon di penjepit rambut itu dengan cara menggoresnya menggunakan jarum.
Berkat nomor telepon itu pula, alamat keluarga Satinah bisa ditemukan teman satu selnya yang sudah bebas itu.
"Jepit itu buat bukti kalau teman ibu benar-benar ketemu ibu. Ada namanya, ibu dan nomor saya yang dikasih sama ibu," kata Nur lagi.
Surat dan penjepit rambut itu turut serta dibawa Nur Afriana ke Jakarta untuk diperlihatkan kepada Presden SBY dan DPR RI. Nur berdoa agar penjepit rambut itu bisa dikenakan lagi ibunya, saat berkumpul lagi dengan keluarganya nanti.
Nur Afriana berencana menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nur ingin meminta langsung presiden agar turun tangan langsung menyelamatkan Satinah dari hukuman pancung.
Nur optimisis Presiden turun langsung, upaya pembebasan ibunya bisa berhasil. Dia berharap, pemerintah mengupayakan kekurangan diyat atau uang tebusan yang diminta keluarga eks majikan Satinah, Nura al-Gharib.
"Harapan saya Presiden bisa membantu keluarga saya, turun tangan langsung mengatasi masalah ibu," kata Nur.
Nur berangkat bersama Paeri Al Feri, pamannya, berangkat dari rumah di dusun Mrunten, Ungaran, Kabupaten Semarang sekitar pukul 09.00 WIB dan terbang melalui Bandara Ahmad Yani pada pukul 11.00 WIB.
"Ini saya sama Pakdhe mau ke Jakarta mau ketemu DPR dan Presiden untuk membahas dana diyat, keinginan saya cuma ibu bisa pulang, pemerintah bisa mengupayakan kekurangan diyat," kata Nur. (tribun jateng)