Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Dadang Trisasongko mengatakan, tantangan terbesar dari upaya pemberantasan korupsi adalah mengoptimalkan capaian dan dampaknya bagi perubahan tata kelola dan peningkatan layanan publik, bukan sekedar menjalankan.
Caranya dengan mengimbangi penindakan dengan strategi pencegahan, yang mencakup pemberantasan penggunaan uang pelicin antara pemberi dan penerima.
"Uang THR, apel Malang, apel Washington, biaya entertainment, uang selimut, salam tempel masih marak dipraktekkan. Padahal ini merupakan korupsi yang mengantar pada korupsi yang lebih besar dan kerugian negara yang tidak sedikit," kata Dadang di Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/3/2014).
Dadang mengatakan, selama ini beragam upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan, tetapi disaat yang bersamaan beragam survei tentang pemberantasan korupsi memposisikan Indonesia stagnan diantara negara-negara lain. Menurutnya, Corruption Perception Index (CPI) yang dirilis Transparency International pada 2013 memposisikan Indonesia di urutan 114 dari 177 negara.
"Meskipun naik peringkat sedikit dari posisi 118 dari tahun sebelumnya, skor kita masih stagnan di angka 32," ucapnya.
Sementara, Peneliti Departemen Tata Kelola Ekonomi TII, Teguh Sudarmanto mengatakan, stagnansi skor Indonesia belum tentu menunjukkan gejala impotensi pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Hanya belum optimal. Upaya pemberantasan korupsi di tingkat nasional terlalu difokuskan untuk memaksimalkan satu dimensi tertentu," ucap Teguh.