TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maria Farida Indrati kembali bersaksi dalam perkara dugaan suap penanganan perkara Pilkada Lebak, Banten, Kamis (24/4/2014). Kali ini, Maria bersaksi untuk terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Di awal keterangannya, Maria hanya membeberkan soal mekanisme proses persidangan di MK. Utamanya soal sengketa Pilkada Lebak, Banten, karena Maria merupakan satu di antara tiga hakim penel perkara tersebut.
Saat penasihat hukum dipersilahkan mengajukan pertanyaan saksi, barulah masuk pokok materi atau dugaan suap Wawan ke Akil Mochtar.
"Apakah bisa pihak terkait dalam perkara menemui hakim panel?" Tanya Penasihat hukum Wawan kepada Maria.
"Selama ini kami tidak pernah menerima pihak terkait. kami hakim itu saling mengingatkan setiap sidang. Hati-hati. Sebelum putusan juga kami selalu mengucap doa," kata Maria.
Maria dengan tegas juga membantah adanya aliran uang ke dirinya dan hakim panel Anwar Usman terkait perkara lebak dan perkara sengketa pilkada lainnya.
Namun, saat ditanya soal penerimaan oleh Akil, Maria mengaku tidak tahu.
Meski begitu, lanjut Maria, memang fungsi Ketua Hakim Panel (hakim pemeriksa perkara), sangatkan aktif dalam memeriksa perkara. Dan perkara Lebak, kata Maria, Akil yang menjadi ketua panelnya.
"Karena ketuanya memang harus memeriksa dari awal sampai akhir. Biasanya kami (hakim panel) kalau ingin bertanya, tulis dalam kertas lalu sampaikan ke ketua. Nanti ketua yang aktif bertanya. Itu untuk mempersingkat persidangan, karna waktunya 14 hari," kata Maria.
Apa dengan begitu, ketua Panel bisa mempengaruhi pengambilan keputusan para anggota hakim panel? Maria menjawab, "tidak bisa."
"Lalu apa hasil rapat permusyawaratan hakim bisa berubah saat putusan akhir?" Tanya PH Wawan ke Maria.
"Sampai saat ini belum pernah terjadi," jawab Maria.
Seperti diketahui, dalam perkara ini, Wawan diduga menyuap Akil Mochtar melalui sebesar Rp 1 miliar melalui Susi Tur Andayani, guna memenangkan pasangan Calon Bupati dan Wabup Lebak, Amir Hamzah-Kasim.