TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri Sudjadnan Parnohadinigrat menyebut semua proses yang dijalankan dalam pelaksanaan 12 kegiatan seminar dan konferensi internasional 2004-2005 merupakan perintah dua Presiden RI, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 12 kegiatan ini menuturkan, pada Oktober 2003 dia bersama Nur Hassan Wirajuda, Menteri Luar Negeri (Menlu) saat itu dipanggil Mega ke Istana Negara.
Saat itu Mega memerintahkan Deplu menyelenggarakan sekitar 6 kegiatan intenasional. Surat Keputusan (SK) pengangkatan Sudjadnan juga ditandatangani Megawati.
Setelah itu Sudjadnan bersama sejumlah diplomat Indonesia melobi puluhan Duta Besar dan Menlu negara sahabat. Mereka pun akhirnya bisa hadir pada kegiatan 2004. Ia mengaku karena kondisi saat itu Indonesia sedang dalam mengalami musibah nasional terkait Aceh yang terancam lepas dari pangkuan Bumi Pertiwi karena GAM.
"Anggaran baru ada satu minggu sebelum kegiatan. Masa saya harus telpon dubes dan menlu puluhan negara untuk batalkan padahal mereka sudah siap hadir. Tidak mungkin. Mau taruh di mana muka Indonesia. Apa yang saya lakukan waktu itu adalah perintah negara, perintah presiden. SK dari Bu Mega ada," kata Sudjadnan menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (30/4/2014).
Setelah Pemilu 2014, tampuk presiden dimenangkan dan dipegang Presiden SBY. Apalagi saat SBY baru naik, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tertimpa bencana tsunami.
Di era Presiden SBY juga sedang gencar memerangi terorisme. Sudjadnan dan Hassan Wirajuda kembali dipanggil ke Istana Negara.
Sang presiden, kata Sudjadnan pun memerintahkan hal yang sama agar Deplu tetap menyelenggarakan sidang dan konferensi internasional. SK penyelenggaraan pun diteken SBY. Dalam kondisi seperti itu, Deplu sudah tidak bisa melakukan lelang. Karena penyelenggaran sidang/konferensi internasional sudah sangat mepet waktunya. Sedangkan para dubes, menlu, dan stakeholder dari negara sahabat sudah siap hadir.
"Dalam penyelenggaraan Tsunami Summit Indonesia memperoleh dana dari negara donor sebesar USD4 miliar atau Rp44 triliun. Apa yang saya korupsi? Kalau ada aturan pelelang yang dilanggar iya, tapi ini kondisi dan perintah negara untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa. Saya tidak mengambil uang negara sepersen pun," ujarnya.