TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI Sadar Subagyo mengaku tidak tahu kebenaran informasi Wikileaks. Informasi tersebut menyebut Ketua BPK merupakan Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu RI yang korup. "Mengenai Wikileaks saya tidak tahu," kata Politisi Gerindra itu ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (5/5/2014).
Sadar mengatakan bila hal itu benar, patut diduga ada konspirasi yang buntutnya dapat menghantam balik Sri Mulyani cs. "Penetapan HP (Hadi Poernomo) sebagai tersangka lalu kesaksian SMI (Sri Mulyani) lalu bocoran Wikileaks, terjadi secara beruntun," imbuhnya.
Sadar mengatakan apa yang dilakukan Hadi Poernomo merupakan kewenangan Dirjen Pajak dengan mengabulkan permohonan BCA. "Jika yang dia lakukan adalah pelanggaran kewenangan atau hukum, seharusnya Darmin Nasution sebagai penggantinya dapat melakukan koreksi," kata Sadar.
Sadar mengatakan bila koreksi tidak dilakukan maka sama saja dengan melakukan pembiaran terjadinya pelanggaran hukum. "Harap diingat "masa pajak" adalah 5 tahun, jika lewat maka semua masalah dianggap sudah kadaluwarsa," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, tersangka kasus suap pajak Bank Central Asia (BCA), Hadi Poernomo, ternyata pernah menjadi orang kuat saat menjadi pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan RI.
Hadi menjadi Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu RI yang korup tapi tetap dipertahankan selama era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia juga tetap bertahan meski menteri keuangan sudah empat kali diganti.
Namun, keperkasaannya tersebut tak berdaya setelah SBY menunjuk Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Hanya dalam jangka waktu lima bulan sejak dilantik, Sri Mulyani sukses melengserkan Hadi Poernomo sebagai Dirjen Pajak.
Ternyata, keberhasilan Sri Mulyani menggulingkan dirjen korup tersebut bukan lantaran ada programnya pribadi untuk mereformasi institusi perpajakan.
Menurut laporan dalam kawat diplomatik rahasia Amerika Serikat berkode JAKARTA 00005420 001.2 OF 004, seperti yang dilansir dari laman wikileaks.org, Minggu (4/5/2014), Sri Mulyani didesak melengserkan Hadi Poernomo yang dinilai merugikan pebisnis AS.
"Ketika Sri Mulyani mengunjungi Washington DC untuk bertemu World Bank (Bank Dunia) dan International Monetary Fund (IMF), komunitas lembaga donor mendesaknya untuk 'membuat gebrakan' yakni memecat Poernomo," terang dokumen tersebut.
Sehari setelah Sri Mulyani kembali ke Indonesia, yakni 26 April 2006, ia langsung melantik Darmin Nasution sebagai pengganti Hadi Poernomo.
Masih menurut laporan intelijen AS tersebut, Darmin Nasution dinilai bukan sosok ideal sebagai pengganti Hadi Poernomo dan juga untuk melindungi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia semisal Freeport.
Namun, laporan itu menyebutkan seorang insurance executive di barat mengatakan, sosok Darmin bisa melakukan apa saja untuk menyelesaikan persoalan. Contohnya, Darmin berani "membayar" Komisi XI DPR Ri senilai 100 ribu dollar AS pada 2004, demi memuluskan amandemen undang-undang kepailitan.
Hingga berita ini dimuat, belum diperoleh konfirmasi dari mantan Dirjen Pajak Kementeriaun Keuangan Hadi Poernomo, dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani.