TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan tidak akan berkompromi dengan kelompok massa yang menghalalkan kekerasan.
Dia berharap agar hukum ditegakkan seadil mungkin sehingga tidak ada asumsi bahwa penyerangan yang teradi terhadap umat Katholik yang sedang beribadah beberapa waktu lalu dikaitkan dengan kepentingan politik.
"Sudah tidak perlu dialog lagi, sekarang bukan saatnya dialog. Kalau ada kekerasan diproses saja, lakukan tindakan hukum," ujar Sultan di sela-sela acara Rakornas Persiapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Sentul International Convention Center, Bogor, Selasa (4/6/2014).
Sultan menyatakan, penegakan hukum adalah kunci untuk menghilangkan benih tindakan main hakim sendiri itu. Apabila hukum tidak ditegakkan, ia mengkawatirkan akan timbul asumsi yang bersifat politik. Maka dari itu, dia meminta agar semua pelaku kekerasan mendapat hukum yang setimpal.
Sultan mengakui bahwa kelompok masyarakat yang mengatasnamakan sebuah organisasi relatif ada di Yogyakarta. Namun, ia menegaskan bahwa aksi kekerasan itu sudah cukup mengganggu masyarakat Yogyakarta, yang sebenarnya menyukai ketenangan dan kedamaian. "Bagi saya sudah cukup," tuturnya.
Terkait dengan akar masalahnya, Sultan mengisyaratkan bahwa benih kekerasan ditumbuhkan oleh warga pendatang. Namun, Sultan mengakui bahwa Yogyakarta tidak bisa menolak kedatangan mereka.
"Masa saya bilang, pendatang enggak boleh datang. Yang penting bagaimana masyarakat Yogya tidak senang dengan kekerasan. Saya mohon agar semua warga menghormati itu karena kekerasan fisik bukan karena peradaban baik," ujarnya.
Dalam dua hari berturut-turut, terjadi penyerangan di Yogyakarta awal pekan ini. Penyerangan pertama terjadi di rumah Julius Felicianus (54) di Perumahan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (STIE YKPN), Dusun Tanjungsari, Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik.
Julius adalah Direktur Galang Press, penerbit buku di Yogyakarta. Ketika itu, sejumlah umat Katolik tengah berdoa.
Menurut Hendricus Subandono (22), putra Julius, penyerangan terjadi sekitar pukul 20.30. Para penyerang yang mengendarai sepeda motor berhenti di dekat rumah Julius dan berteriak-teriak. Saat bertemu peserta doa bersama, mereka menyerang dengan potongan besi dan alat setrum.
Mereka juga melempari rumah Julius dengan batu sehingga kaca-kaca rumah pecah dan taman di depan rumah rusak parah.
Sri Sultan Tegaskan Tak Ada Kompromi Bagi Kelompok yang Halalkan Kekerasan
Editor: Rachmat Hidayat
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger