TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyelenggaraan pemilihan presiden 9 Juli yang berlangsung ketat dan menegangkan telah merenggangkan tali persaudaraan banyak pihak, dari elite politik, seniman, agamawan, ulama, hingga masyarakat biasa. Hari Raya Idul Fitri 1435 H yang jatuh tanggal 28 Juli 2014, hari ini, dapat dijadikan momentum untuk merajut kembali hubungan kasih sayang, bersilaturahmi dan saling memaafkan.
Demikian disampaikan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia sekaligus Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin dalam pertemuan tidak sengaja dengan Tribunnews.com di salah satu restoran di Stasiun Gambir, Jakarta, Minggu (27/7/2014) malam.
“Idul Fitri adalah sebuah kebetulan yang baik tahun ini. Kebetulan terjadi bersamaan dengan agenda nasional, yakni pemilihan presiden. Antara keduanya ada kaitan erat. Inilah saatnya bagi umat islam khususnya, untuk mengamalkan pesan Idul Fitri yang tiada lain adalah silaturahmi atau silaturahim, merajut hubungan kasih sayang,” ujar Din. Malam itu Din didampingi Novalinda Yunafrianty, istrinya, menunggu jadwal keberangkatan kereta api mudik lebaran ke Jogja.
Secara kusus sesama umat Islam yang memang terikat ikatan persaudaraan keagaamaan atau ukhuwah islamiah. Idul Fitri ini menuntut semua umat Islam merajut kembali hubungan kasih sayang, terutama terkait proses bawaan pilpres kemarin yang harus diakui, telah membelah umat pada kedua kubu pilihan.
“Dan bahkan bangsa secara keseluruhan, bukan hanya politisi, melainkan juga purnawiranan, semiman, agamawan, bahkan ulama dan ormas-ormas Islam terbelah. Jadi inilah momentum yang baik. Lupakan 9 Juli, kembali kepada kesadaran kolektif kita seiman mari kembangkan ukhuwah islamiah, dan sebagai sesama sebangsa, mari kembangkan ukhuwah kebangsaan, atau ukhuwah wathoniah,” kata Din
Menurut dia, Pilpres 2014 merupakan ujian besar untuk umat Islam dan bangsa Indonesia, untuk memiliki kesadaran dalam memiliki kepentingan bangsa ke depan, kepentingan semua pihak.
Walau demikian, Pilpres hanya untuk kepentingan 5 tahun ke depan maka itu, lukanya jangan sampai berpuluh tahun ke depan.
“Saya mengetahui sampai meyakini bahwa umat di lapis bawah, sangat naik, cenderung kepada kerukunan, keguyuban. Namun semua itu ternyata tergantung kepada elite. Para elitelah yang memengaruhi mereka,” ujar Din.
Bertolak dari fakta itu, ia berharap, dari proses pilpres ini akan tampil elite yang memiliki kenegarawanan, kebijaksanaan. Diharapkan, elite justru tidak menghasut masyarakat dan tidak bertindak anarkis, permusuhan dan pertentangan.
“Saya kira para elite dituntut kenegarawanan, tertuama para capres (capres nomor urut 1 Prabowo Subianto dan capres nomor urut 2 Joko Widodo, Red), sejak awal mereka menyatakan bersiap menang dan siap kalah. Inilah saatnya mewujudkan janji tersebut,” ujar Din mengakhiri pembicaraan, dan beranjak menuju ruang tunggu pemberangkatan kereta api. (domu d. ambarita)