TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Presiden terpilih Joko Widodo mempertimbangkan membentuk pengadilan hak asasi manusia (HAM) Ad Hoc saat mulai memerintah nanti.
Derasnya kritik atas kehadiran mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono dalam tim transisi Jokowi-Jusuf Kalla menjadi salah satu pemicu.
Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Andi Widjajanto, mengatakan wacana pembentukan pengadilan tersebut akan ditentukan setelah pertemuan dengan para pegiat dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. "Tergantung hasil dialog," kata dia, Jumat (22/8/2014) malam.
Ada beberapa alternatif tawaran, ujar Andi, yang akan mereka tawarkan untuk dibahas bersama dengan para aktivis dan anggota Komnas HAM.
"(Pertama), kami tawarkan membuat perppu (Peraturan pemerintah pengganti undang-undang) untuk memungkinkan adanya pengadilan HAM Ad Hoc atau seterusnya," sebut dia.
Rencananya, Jokowi bertemu dengan para aktivis dan jajaran Komnas HAM pada pekan depan. Pertemuan bakal digelar pada 28 atau 29 Agustus 2014, berlokasi di kantor Tim Transisi.
Tawaran lain, lanjut Andi, adalah membentuk tim khusus di kantor Kepresidenan untuk memeriksa semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM.
"Kalau ada proses hukum yang mereka tawarkan dan bisa dijalankan negara, maka pembentukan tim khusus juga jadi salah satu tawaran. Proses itu bisa dilakukan untuk semuanya, termasuk anggota tim (transisi)," ujar Andi.
Tim Transisi menjadi pihak yang mewakili Jokowi untuk berkomunikasi dengan aktivis dan anggota Komnas HAM. Langkah ini disebut sebagai respons konkret pada banyaknya kritik setelah Hendropriyono dipilih sebagai dewan penasihat Tim Transisi.
Menurut Andi, Jokowi memiliki komitmen pada penuntasan kasus pelanggaran HAM dengan tetap menghormati posisi hukum. Jokowi juga menjamin tak akan memberi perlindungan pada semua pihak yang terbukti melakukan pelanggaran HAM.