TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa proyek Videotron di Kementerian Kopperasi dan UKM, Hendra Saputra, menyerahkan semuanya kepada penasihat hukum atas vonis 1 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadapnya.
Dia tak tahu apakah putusan itu sudah sesuai atau belum, mengingat dirinya juga terbukti diperalat anak Menteri Koperasi Syarif Hasan, Rievan Afrian.
"Mungkin ini keputusan hakim yang terbaik. Mudahan-mudahan jaksanya tidak banding sesuai putusan hakim," kata Hendra diwawancarai usia menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/8/2014).
Meski begitu, lanjut Hendra, dia berharap mantan bosnya yakni Rievan mendapat ganjaran yang setimpal dari pengadilan. Karena, sebelumnya dalam bersaksi, Rievan sudah mengakui dirinya yang bertanggungjawab atas skandal proyek tersebut.
"Iya, seharusnya dia bertanggung jawab semuanya. Kan dia bilang siap dihukum, dan minta dibebaskan terdakwa," kata Hendra.
Sementara Penasihat Hukum Hendra, Unoto Dwi Yulianto, mengaku kecewa dengan vonis yang diterima kliennya. Meski hakim banyak memberikan pertimbangan yang meringankan untuk mantan Office Boy di Perusahaan Rievan tersebut.
"Saya pikir hari ini menjadi tonggak sejarah. Hakim lagi-lagi tidak berani mengambil keputusan yang berani sesuai fakta terungkap bahwa hendra dijadikan direktur dan diperalat. Kalau untuk pemberalajaran bagi officeboy lain saya pikir itu bukan pembelajaran, akan justru dijadikan oleh koruptor dengan modus baru menjadikan karyawannya sebagai direktur, tapi ahirnya karena di ekspos media pelaku utama Rievan dijadikan tersangka," kata Unoto kepada wartawan.
Meski demikian, Unoto masih akan pikir-pikir tersebut untuk mengajukan banding atau tidak. Pada perkara, Hakim memvonis Hendra dengan Pidana 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
Dia oleh dua dari tiga hakim, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer.
Namun karena terbukti juga diperalat Rievan, hakim lantas menerobos batas minimun Pasal Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1. Padahal minimun dalam pasal itu yakni selama 4 tahun penjara.