TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebutuhan BBM bagi Nelayan ibarat jantung bagi manusia. Kebutuhan perbekalan melaut nelayan selain sembako, BBM menempati 70 persen dari biaya yangg dikeluarkan.
Maka, sangatlah pantas bila BBM yang menjadi pokok bagi nelayan menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini
"Politik energi pemerintah dan Peraturan Presiden yang mengatur harga dan distribusi BBM subsidi dalam 10 tahun belakangan ini masih terjebak pada isu-isu APBN jebol dan dikotomi kapal perikanan skala besar (30 GTke atas) dan kecil (30 GT ke bawah)," ujar Anggota DPR terpilih dari PDI Perjuangan, Ono Surono Dalam siaran persnya yang diterima
wartawan, Kamis (4/9/2014).
Padahal, lanjut Ono ada sebuah pekerjaan rumah yang besar untuk pemerintahan demi memajukan nelayan Indonesia.
Beberapa diantaranya adalah meningkatkan taraf hidup para nelayan dimana pada tahun 2012 data KKP dan statistic jumlah nelayan miskin di Indonesia mencapai 7,8 juta atau 25.14 persen dari jumlah penduduk miskin Indonesia.
Tak hanya itu kata Ono, jumlah Kapal Perikanan di Indonesia terdiri dari Kapal Besar 1,3 persen (diatas 30 GT, beroperasi di WPP NRI, ZEEI, Laut Lepas) dan kapal kecil 98,7 persen (dibawah 30 GT, beroperasi dibawah 12 Mil dari bibir pantai, sangat terpengaruh oleh
cuara).
"Kedua masalah ini terjadi karena pemerintah belum pernah fokus untuk menyelesaikan masalah pokok nelayan, yaitu distribusi BBM Subsidi, permodalan, sarana/Prasarana, SDM dan kelembagaan nelayan, akses pasar, keamanan, perizinan dan regulasi,” imbuhnya.
Koordinator Front Nelayan Bersatu (FNB) ini menegaskan, BBM bersubsidi wajib untuk nelayan. Untuk itu dirinya mengingatkan sekali lagi, perlu dipertimbangkan secara mendalam apabila Pemerintah akan menaikkan harga BBM Subsidi atau melakukan pembatasan/pengendalian.
"Apabila tidak cermat dan gegabah, maka ruang fiskal boleh dikatakan lebih terbuka, tetapi kemiskinan pada nelayan akan bertambah secara signifikan, konflik nelayan kecil diperairan dangkal bertambah, IUU Fishing di WPP NRI/ZEEI juga akan bertambah pula,”ungkapnya.
Dirinya mendukung Jokowi dalam menyiapkan tata kelola energi nasional yang sesuai konstitusi. Sekaligus, memberantas terlebih dahulu mafia migas di level mana pun. Menyiapkan infrastruktur distribusi BBM agar tepat sasaran, buka ke publik kebutuhan biaya pengelolaan energi dari hulu sampai hilir.
"Ketika hal-hal seperti itu tidak disiapkan, pengurangan atau pencabutan subsidi hanya menghasilkan kemiskinan, kalau pun ada keuntungan, kembali hanya buat segelintir orang dan kelompoknya, terutama mafia migas," pungkasnya.