Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR RI siap melakukan rekayasa konstitusi, dalam revisi UU Pemilu untuk membatasi jumlah pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di Pilpres 2029.
Hal ini sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) 20 persen.
"Komisi II dan pemerintah tentu akan mengikuti 5 pedoman yang sudah disampaikan MK untuk melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong kepada wartawan Minggu (5/1/2025).
Sehingga, kata Bahtra, putusan MK ini tidak langsung dipersepsikan seolah semua partai politik akan secara otomatis mencalonkan capres dan cawapresnya.
Sebab, lanjutnya, unsur keadilan bagi partai juga penting dipertimbangkan.
Baca juga: KPU Siap Patuhi Putusan MK soal Presidential Threshold 0 Persen
"Misalnya partai yang sudah lolos verifikasi dan sudah pernah ikut Pemilu masa mau disamakan dengan partai yang baru mendaftar dan baru ikut Pemilu. Nah ini perlu kajian mendalam dari berbagai pihak," ucapnya.
Bahtra Banong mengatakan Komisi II DPR RI menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK No 62/PUU-XXII/2024 yang diputus pada Kamis (2/1/2025).
Ia mengatakan Komisi II DPR akan membahas putusan MK itu usai masa reses berakhir.
"Tapi pada intinya sesuai usulan Komisi II ke Baleg dan Pimpinan DPR, agar merevisi UU paket politik dalam bentuk omnibus law politik. Artinya ini satu derap langkah ke depan dalam rangka memperbaiki sistem pemilu kita secara keseluruhan," ucapnya.
Baca juga: Putusan MK Hapus Presidential Threshold Berpotensi Memperparah Polarisasi
Sebagaimana diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.
Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.