News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ini Alasan Pihak yang Tolak Jokowi Tunjuk Ari Soemarno Sebagai Ketua Pokja Anti Mafia Migas

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden terpilih Joko Widodo didampingi Kepala Staf Kantor Transisi Rini M Soemarno (dua kanan), Hasto Kristiyanto (kanan) dan Anies Baswedan (dua kiri) saat meresmikan kantor transisi di Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta, Senin (4/8/2014). Kantor berwujud rumah itu akan menjadi tempat untuk mempersiapkan jalannya pemerintahan hingga pelantikan presiden, termasuk membahas pembentukan kabinet dan APBN 2015. KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pekan lalu, stakeholder Migas Indonesia dikejutkan dengan penunjukan Ari Soemarno, mantan Direktur Utama (Dirut) Petral dan sekaligus Pertamina, ditunjuk sebagai Ketua Kelompok Kerja Energi dan Anti Mafia Minyak dan Gas (Migas oleh Tim Transisi Jokowi-JK.

Menariknya pengumuman tersebut disampaikan langsung sang adik, Rini Soemarno. Rini yang tak canggung, menyampaikan kepada publik bahwa Ari Soemarno dipilih karena diyakini cukup kompeten dalam menyelesaikan persoalan Migas selama ini.

Tim Riset Global Future Institute Ferdiansyah Ali menuturkan, Ari Soemarno pernah menjabat Dirut Pertamina antara 2006-2009, juga pernah menjabat sebagai Dirut PT Pertamina Energy Trading (Petral), anak perusahaan Pertamina yang bergerak dalam bidang ekspor dan impor minyak.

"Kemunculan Ari Soemarno nampaknya akan mengundang kontroversi dari berbagai kalangan pelaku Migas dan Stakeholder Energi pada umumnya. Sebab alumni Universitas Aachen, Jerman, pernah juga dipercaya sebagai Staf Khusus Direktur Hilir dan Direktur Utama Petra. Dengan demikian, terkait strategi apa yang hendak dia lakukan untuk menangani berbagai masalah krusial Migas, pastinya ada beberapa cerita lama terkait perannya di Petral di masa lalu, yang kiranya menarik untuk diungkap," kata Ali dalam keteranganya, Minggu (28/9/2014).

Dirinya menjelaskan, kenyataan bahwa Indonesia saat ini mengimpor minyak 500 ribu barel per hari, sungguh mengagetkan ketika Tim Transisi Jokowi-JK sempat melontarkan wacana pembubaran Petral. Pernyataan tersebut pun buru-buru dibantah. Bahkan Jokowi pun ikut menganulir pembebasan Petral.

"Menteri BUMN Dahlan Iskan sempat menggagas hal yang cukup menarik. Dahlan menggagas agar Pertamina agar membeli minyak langsung dari sumbernya. Bukan dari pihak ketiga seperti Petral. Masalah krusial dari gagasan Dahlan ini adalah, hal ini tidak mungkin bisa diwujudkan dalam waktu dekat. Sebagaimana diakui sendiri oleh Dahlan Iskan, Pertamina perlu waktu untuk mencari posisi kilang atau sumber kilang dunia," kata Ali.

Dengan kata lain, gagasan Tim Transisi untuk membubarkan Petral tanpa ada konsepsi yang strategis untuk memenuhi pengadaan minyak sesuai meningkatnya kebutuhan konsumsi minyak masyarakat Indonesia, gagasan pembubaran Petral justru akan mengundang berbagai kecurigaan dan sinisme, ketimbang solusi pemecahan jangka pendek dan menengah.

"Katakanlah dengan pembubaran Petral, kita masih tetap harus mengimpor minyak, lalu siapa yang dalam jangka pendek harus menggantikan peran yang selama ini dimainkan oleh Petral?" lanjutnya.

Menurutnya, Integrated Supply Chain (ISC) Jantung Mafia Migas di Pertamina yang selama ini melakukan kontrol pengawasan terhadap Petral. Sehingga ISC Pertamina inilah yang secara de facto dan de jure menguasai Petral. Dan orang yang paling berkuasa di ISC ini adalah Ari Soemarno. Karena Ari Soemarno lah yang membentuk ISC pada 2008.

"ISC terdiri dari 3 orang Board (Dewan), 3 Direksi dan 1 orang Koordinator. Dengan demikian, melalui ISC Pertamina inilah skema tata kelola Migas Ari Soemarno ke depan nampaknya patut kita cermati. Betapa tidak. Karena ternyata ISC punya kekuasaan yang sangat kuat. ISC ini bisa beri order (pemesanan) via Petral baik yang secara periodik maupun ad hoc. ISC ini pula punya wewenang untuk menentukan pemenang dan penetapan harga di dalam tender Petral," katanya.

Lebih lanjut Ali menilai, bisa jadi pembubaran Petral pada perkembangannya justru akan mengkondisikan Ari Soemarno cs untuk menjadi penguasa Migas baru.

"Ari Soemarno ketika masih Dirut Pertamina sempat mengklaim, ISC akan membuat pengadaan minyak mentah dan BBM menjadi lebih efisien dan transparan. Sebab, ISC akan menggabungkan fungsi pengadaan minyak mentah dan BBM yang sebelumnya terpisah di bawah kewenangan Direktorat Pengolahan dan Direktorat Pemasaran dan Niaga," katanya.

Diberitakan sebelumnya, Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla menunjuk Ari Soemarno sebagai Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Energi dan Anti-Mafia Minyak dan Gas (Migas). Latar belakang Ari, disinyalir menjadi alasan penunjukan tersebut.

"Sudah lama penunjukkan itu," kata Ketua Tim Transisi Rini Soemarno di Kantor Transisi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/9/2014).

Saat ditanya alasan penunjukkan Ari yang juga kakak kandung Rini tersebut, ia menjelaskan, Ari dipilih lantaran memiliki kapabilitas tinggi dalam hal minyak dan gas. Ia berharap, keberadaan Ari di Tim Transisi dapat memberikan kontribusi terutama dalam menyelesaikan persoalan migas yang terjadi selama ini.

"Karena dia sangat memahami persoalan itu makanya dia ditunjuk sebagai Ketua Pokja Migas," kata Rini singkat.

Untuk diketahui, Ari Soemarno merupakan mantan Direktur Utama Pertamina sejak tahun 2006 hingga 2009. Selain itu, Soemarno juga pernah dipercaya untuk menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), anak perusahaan Pertamina yang berkedudukann di Singapura yang bergerak di bidang usaha ekspor impor minyak. (Wahyu Aji) 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini