Laporan Wartawan Tribunnews.com, Randa Rinaldi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hadar Nafis Gumay, menyatakan penerapan teknologi elektronik voting (e-voting) memerlukan waktu yang lama sebelum direalisasikan.
Hadar berpendapat, simulasi penerapan e-voting seharusnya melibatkan para elite atau peserta pemilu.
Keterlibatan elite ini bertujuan untuk memberikan kepercayaan kepada publik sebelum penerapan e-voting benar-benar bisa diberlakukan.
"Penggunaan teknologi harus bisa diterima, dipahami dan dipercaya oleh masyarakat, itu yang lebih penting,"ujar Hadar di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/10/2014).
Selain itu, simulasi penerapan e-voting yang telah dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada pemilihan di tingkat kepala desa (pilkades) tidak bisa dijadikan patokan.
Ia menilai penerapan teknologi tersebut masih dalam skala kecil sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk menerapkan teknologi e-voting dalam skala yang lebih luas.
"Kita tidak ingin terima begitu saja, kemudian nanti justru menjadi masalah. Kita sudah banyak contoh ketidak-hatian pemilu menggunakan teknologi,"kata Hadar.
Hadar menambahkan, penerapan e-rekapitulasi lebih memungkinkan untuk digunakan dalam pemilihan kepala daerah tahun 2015. Hal ini didasarkan pada pengalaman KPU menggunakan sistem scan C-1 pada pemilihan presiden kemarin.
Untuk diketahui, dalam pasal 85 ayat 3 dan Pasal 98 ayat 1 Perppu Nomor 1 tahun 2014 disebutkan, KPU dapat menggunakan E-Voting dan E-Rekapitulasi.