TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 2.000 pada hari ke-27 sejak ia menjabat Presiden RI 20 Oktober lalu. Jokowi menyebut, anggaran negara untuk membangun infrastrukur dan pendidikan tidak ada karena selama ini dihamburkan untuk subsidi BBM.
"Selama ini pemerintah membutuhkan anggaran untuk membangun infrastruktur dan untuk sektor pendidikan, namun nggaran tidak tersedia karena dihamburkan untuk subsidi BBM," tegas Jokowi yang mengumumkan sendiri kenaikan harga BBM dengan didampingi Wapress Jusuf Kalla, Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Kepala Bapenas Adrinof Chaniago, Menteri Sosial Khofifah Indarparawansa, Menteri Pendidikan Anies Baswedan, Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro, Menteri ESDM Sudriman Said, Menteri Perdagangan Rahmat Gobel dan sejumlah menteri lainnya.
"Sebagai konsekuensi pengalihan subsidi dari sektor konsumtif ke sektor produktif tersebut, saya selaku Presiden RI menetapkan harga BBM baru yang akan berlaku pukul 00.00 WIB terhitung sejak tangal 18 november 2014.
Harga premiun ditetapkan dari 6.500 menjadi Rp 8.500. Kemudian harga solar ditetapkan dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500.
Menurut Jokowi, setelah kenaikan harga BBM ini maka pemerintah akan memberikan kompensasi kepada masyarakat.
"Untuk rakyat tidak mampu disiapkan perlindungan sosial berupa paket Kartu Keluarga Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Indonesia Pintar," ujar Jokowi.
Menurut Presiden, ketiga kartu itu akan segera dapat digunakan untuk menjaga daya beli dan sekaligus meningkatkan ekonomi produktif.
Jokowi tak menampik bakal ada pendapat setuju dan tidak setuju atas kebijakan ini. "Pemerintah hargai masukan-masukan," kata dia sembari menyebut kenaikan harga BBM ini merupakan kebijakan pengalihan subsidi untuk sektor produktif.
Namun, Jokowi menegaskan keputusan ini merupakan jalan untuk menghadirkan anggaran belanja yang lebih bermanfaat bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.