TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Demokrat Farhan Effendy mencurigai adanya skenario memecah belah partai politik yang memposisikan diri menjadi oposisi untuk menciptakan pemerintahan otoriter. Hal tersebut terlihat dari pecahnya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan termutakhir kisruh di partai Golkar.
"Saya mencurigai ada semacam 'operasi' memecah semua parpol yang sedang beroposisi. Jika ini benar, saya kira fenomena politik dan kekuasaan ini sudah mengarah pada lonceng kematian demokrasi," ujar Farhan kepada Tribunnews.com, Kamis(27/11/2014).
Sikap itu kata Farhan adalah kemunduran demokrasi jika cara-cara ini dijadikan politik pemerintahan, "Tanda-tanda lampu kuning bagi demokrasi sudah menyala, dan hal ini tentu akan direspon secara kritis oleh rakyat," ujarnya.
Watak-watak otoriter lanjut Farhan juga mulai terlihat muncul. Hal itu terlihat dari kebijakan dan langkah menteri-menterinya yang menjurus kepada upaya mematikan demokrasi.
"Belum selesai kontroversi kebijakan Menkumham terhadap kericuhan dan perpecahan PPP, kini Menkopolhukam membuat statement yang tidak waras yakni melarang Golkar melakukan munas di Bali. Gejala ini saya kira adalah kecenderungan para pejabat dan penguasa yang suka menggunakan kekuasaanya untuk tampil menindas, mengebiri dan mengarahkan semua unsur masyarakat sesuai dengan kehendak dan kepentinganya. Apalagi latar belakang Presiden dan ara Menterinya kebanyakan bukan pejuang demokrasi dan pembela rakyat. Mereka kurang paham dan sensitif dalam memaknai keberadaan demokrasi," ujar Sekretaris DPP Partai Demokrat ini.