Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Undang-undang Nomor 17 Tahun 20 14 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3) dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (5/12/2014) malam.
Pengesahan RUU yang diikuti pemotongan tumpeng pimpinan DPR, pimpinan fraksi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, menjadi simbol berakhirnya konflik Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Ada delapan pasal UU MD3 yang dilakukan perubahan oleh DPR dalam RUU tersebut, yakni Pasal 74 ayat 3,4, 5 dan 6; Pasal 97 ayat 2; 98 ayat 7,8 dan 9; Pasal 104 ayat 2; Pasal 109 ayat 2; Pasal 121 ayat 2; dan Pasal 152 ayat 2.
Ada pula satu pasal tambahan di undang-undang tersebut yang mengatur berlakunya RUU tersebut.
Perubahan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 tak terlepas adanya konflik antara fraksi KMP dan KIH yang membuat kerja sejumlah badan di DPR stagnan.
Konflik kedua kubu diawali perebutan kursi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR dan adanya sejumlah pasal di UU MD3 yang dinilai kubu KIH selaku pendukung pemerintahan Jokowi-JK bisa berpotensi melemahkan pemerintahan melalui hak interpelasi, angket dan menyatakan DPR di tingkat komisi.
Pasal-pasal UU Nomor 17 Tahun 2014 yang direvisi dan telah disahkan, yakni:
I. Ketentuan Pasal 74 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dihapus, sehingga Pasal 74 berbunyi:
(1) DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memberikan rekomendasi kepada pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk melalui mekanisme rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat panitia khusus, rapat panitia kerja, rapat tim pengawas, atau rapat tim lain yang dibentuk oleh DPR demi kepentingan bagsa dan negara.
(2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara, atau penduduk wajib menindaklanjuti rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) dihapus
(4) dihapus
(5) dihapus
(6) dihapus
II. Ketentuan ayat (2) Pasal 97 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Pimpinan komisi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial
(2) Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota komisi dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat