News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jalan Terjal Memberantas Narkoba

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kasat Narkoba Polres Metro Jakbar Ajun Komisaris Besar Gembong Yudha dan 44 anggotanya bahkan tidak hanya dikepung dan dihalang-halangi, tetapi juga dilempari batu dan diancam senjata tajam oleh puluhan warga di Kampung Permata, Cengkareng, Jakbar. Peristiwa itu terjadi pada 29 Juni 2012.

Kehilangan kontrol

Menanggapi soal peredaran narkoba di kampus, Kisnu berpendapat, hal itu bisa terjadi karena kampus kehilangan kontrol sosial. Kontrol sosial itu hilang karena kuatnya citra bahwa kampus pasti steril dari narkoba.

”Kampus, kan, tempat tumbuh mahasiswa yang penuh idealisme. Citra seperti inilah yang membuat pengawasan di lingkungan kampus melemah, bahkan kehilangan kontrol,” ucap Kisnu.

Saat peristiwa terungkap, nyatalah bahwa kampus memang sudah kehilangan kontrol. Dengan mudah ganja didistribusikan mantan mahasiswa yang putus kuliah. ”Biang keladinya, ya, para mahasiswa DO (drop out/putus kuliah) yang dibiarkan bebas beraktivitas lewat organisasi kemahasiswaan. Padahal, mahasiswa DO itu hanya menjadikan organisasi itu sebagai kedok,” kata Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Eko Daryanto.

Lalu, bagaimana dengan narkoba yang menyusup ke kawasan permukiman? Jawabannya masih sama, kehilangan kontrol. Apa yang membuat warga kehilangan kontrol? ”Ketidakpedulian warga terhadap lingkungan sosialnya,” ungkap psikolog sosial UI, Prof Hamdi Muluk.

Ketidakpedulian ini bahkan bisa berubah menjadi sikap melawan petugas. Apalagi, jika bisnis gelap narkoba telah menjadi andalan nafkah warga seperti pernah terjadi di Kampung Permata. Di satu masa, lebih dari separuh warga di kampung tersebut mengandalkan hidupnya dari narkoba.

Bayangkan jika pada 2010 penghasilan pengojek di lingkungan lapak sabu di kawasan RW 007, Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakbar, ini setiap hari mencapai Rp 700.000, sementara pendapatan per bulan para penimbang sabu bahkan sampai Rp 8 juta.

Lalu, bagaimana melawan dan mengakhiri ketidakpedulian warga terhadap lingkungan

sosialnya demi membebaskan hidup mereka dari narkoba?
Solusinya, kata Hamdi, menekan permintaan narkoba dengan meningkatkan kegiatan positif warga dan mengurangi stres. Di sisi lain, mengurangi suplai narkoba dengan bermacam operasi.

Tampaknya, jalan melawan ketidakpedulian itu menjadi tantangan para pemangku kepentingan pada 2015. (RTS/REY/JAL/BRO/MDN/WIN)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini