TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik, Ray Rangkuti, menyesalkan sikap Presiden Joko Widodo tak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan PPATK untuk melakukan penelusuran rekam jejak saat memilih Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.
Menurut Ray, pemilihan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri yang diajukan Presiden ke DPR mengabaikan asas transparansi dan partisipasi dalam rekrutmen setiap pejabat pada jabatan-jabatan pemerintah.
Ini kali kedua Jokowi melakukan hal yang sama mengabaikan KPK dan PPATK, setelah sebelumnya Jaksa Agung.
Kepada Tribunnews.com, di Jakarta, Minggu (11/1/2015), Ray mengatakan pengabaian dua prinsip ini akan melahirkan pejabat-pejabat publik yang akan mengandalkan kedekatan-kedekatan personal dari pada aksebtabilitas, kapasitas dan semangat menjunjung kepentingan bangsa.
"Pejabat yang dipilih karena kedekatan personal akan melahirkan kompetisi asal bapak senang," kritiknya atas pencalonan tunggal Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Karena dua prinsip itu diabaikan, kata dia pula, maka peran KPK dan PPATK pun terpinggirkan. Khususnya terkait dengan upaya menelisik sumber kekayaan calon pejabat negara.
Dan menurutnya, hal ini menjadi tidak konsisten. Karena Jokowi meminta KPK melakukan penelisikan kekayaan calon menteri tapi tidak melakukan hal yang sama untuk jaksa agung dan calon kapolri.
"Padahal, salah satu isu besar yang menimpa jajaran kepolisian di akhir-akhir ini adalah adanya dugaan kepemilikan rekening gendut beberapa petinggi polisi. Dan hingga sekarang, penyelesaian isu ini kurang transparan," tuturnya.
"Budi Gunawan sendiri adalah salah satu nama yabg dikait-kaitkan dengan isu ini. Maka pengajuan tunggal Budi Gunawan sebaga calon kapolri tanpa terlebih dahulu Jokowi menjawab kebenaran atau kepalsuan isu yang berkembang itu akan dapat menimbulkan keraguan atas komitmen Jokowi pada upaya pemberantasan korupsi," tandasnya kemudian.
Selain itu kata Ray, Pengajuan tunggal dan secara diam-diam ini juga meluputkan kita semua dari kerangka program yang akan dibuat --setidaknya dalam 5 tahun ke depan.
Padahal, seperti diketahui, institusi kepolisian adalah salah satu institusi yang paling lambat beradaptasi dengan kultur demokrasi. Alih-alih ikut serta membangun sebuah iklim demokrasi dan reformasi yang kuat, polri malah menjadi seperti lembaga yang angkuh dan menjadi institusi yang seperti tidak tersentuh.
"Inilah tantangan utama kapolri baru. Tapi dengan pengajuan tunggal apakah tantangan-tantangan ini akan menjadi fokus perbaikan calon kapolri," demikian tanya Ray.