TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya tak 'mengeluh' karena tak dilibatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam proses seleksi Calon Kapolri. Justru KPK dinilai terlambat karena baru mengemukakan saran ilibatkan dalam proses tersebut.
Demikian disampaikan Pakar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Prof. Romli Atmasasmita.
Hal itu dikemukakan Prof Romli sekaligus mengkritisi pengakuan pihak KPK yang tak dilibatkan dalam proses seleksi Calon Kapolri pasca penunjukan Komjen Budi Gunawan sebagai Calon Tunggal pengganti Jendral Polisi Sutarman.
Menurut Romli, KPK tak perlu membuat kegaduhan lantaran tidak diajak berpartisipasi. Sementara di sisi lain, kata Prof Romli, media telah jauh-jauh hari memberitakan hal tersebut. Termasuk soal isu kabar rekening gendut mantan ajudan Megawati Soekarnoputri itu.
"Sekarang ngga dilibatkan ngomel-ngomel. Padahal wartawan sudah memberitahu," kata Prof Romli kepada wartawan, Selasa (13/1/2015).
Prof Romli menilai sikap 'reaktif' KPK soal penunjukan Budi Gunawan oleh Presiden Joko Widodo sangat telat. Bahkan cenderung hanya sebuah bentuk pencitraan semata. Apalagi, KPK telah menggembar-gemborkan akan mengungkap soal rekening gendut.
"Kalau sekarang mau lidik soal BG justru KPK membangkang presiden karena sudah ditunjuk sebagai calon Kapolri," kata Romli.
Pelibatan KPK dalam proses seleksi penyelenggara negara, ungkap Prof Romli, menjadi sia-sia karena tidak pernah ditindaklanjuti. Hal itu salah satunya terjadi saat KPK dilibatkan dalam proses seleksi calon menteri. Menurut Romli, seharusnya KPK menindaklanjuti calon-calon menteri yang distabilo merah agar mendapat kepastian hukum.
"(Calon menteri) yang mendapat stabilo merah itu mau diapain. harus jelas diapain. Sudah merah dibiarkan," ujarnya.