TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) resmi mendaftarkan gugatan pembatalan Pembebasan Bersyarat Pollycarpus di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) Jakarta, hari ini, Rabu (4/2/2015).
Sebelumnya, Pollycarpus diberikan Pembebasan Bersyarat oleh Menteri Menkumham Yasonna Laoly. Namun pemberian Pembebasan tersebut diduga KASUM, terindikasi tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta, Muhamad Isnur menerangkan bahwa langkah gugatan ini ditempuh sebagai bentuk konsistensi KASUM dalam mengawal kasus pembunuhan Munir.
"Tindakan ini kami tempuh sebagai bentuk konsistensi kami dalam mengawasi komitmen pemerintah dalam mengungkap kasus pembunuhan Munir," kata Isnur dalam keterangan pers diterima Tribun, Rabu (4/2/2015).
Menurut Isnur, pihaknya telah memperingatkan pemerintah untuk mencabut pembebasan bersyarat Pollycarpus. Pasalnya kebijakan itu dikeluarkan tanpa memperhatikan syarat yang dapat diterima masyarakat dan memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum dan rasa keadilan masyarakat.
Hal dimaksud sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.
"Namun pemerintah bersikukuh telah melakukan tindakan tepat dengan alasan Pembebasan Bersyarat adalah hak Pollycarpus sebagai Narapidana," imbuhnya.
Senada hal itu, Ichsan Zikry, Pengacara Publik LBH Jakarta mengatakan bahwa Pembebasan Bersyarat memang hak narapidana, namun bukan berarti setiap narapidana wajib diberikan pembebasan bersyarat.
"Pembebasan bersyarat adalah bagian dari program pembinaan pemasyarakatan, sehingga pemberiannya juga harus sesuai dengan tujuan sistem pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan," ujarnya.
Kemudian, lanjut dia, tujuan pemasyarakatan dalam Pasal 2 UU No. 12 Tahun 1995 dijelaskan bahwa salah satunya adalah agar narapidana dapat menyadari kesalahannya.
"Pertanyaannya, apakah segala tindakan Pollycarpus sudah mencerminkan sikap menyadari kesalahannya? Sampai saat ini ia masih merasa tidak membunuh Munir dan tetap menutup rapat siapa dalang pembunuhan Munir," kata Ichsan.
Oleh karena itu, dia menilai bahwa Pemerintah sudah bertindak tidak hati-hati dalam memberikan pembebasan bersyarat.
"Pemberian pembebasan bersyarat ini kotraproduktif dengan komitmen pemerintah untuk mengungkap kasus pembunuhan Munir dan juga kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya," ujarnya.