Teror dan intimidasi terhadap pegawai KPK, lanjut Priharsa, dilakukan baik melalui pesan singkat maupun telepon gelap. Sejumlah pegawai KPK dan keluarga juga sering dibuntuti oleh orang tak dikenal. Bahkan, keluarga para pegawai KPK juga didatangi orang tak dikenal yang meminta agar anggota keluarga mereka yang menjadi pegawai KPK segera mengundurkan diri dari komisi itu.
Sejumlah pegawai KPK juga didatangi beberapa orang yang tak jelas identitasnya. Orang yang tak dikenal ini mengatakan tahu mengenai keluarga pegawai KPK, termasuk di mana anak-anak mereka bersekolah. Ancaman yang disampaikan dengan menyatakan anggota keluarga pegawai KPK sudah teridentifikasi menyebabkan banyak pegawai KPK khawatir.
Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP mengatakan, meski teror dan intimidasi terus diterima sejumlah pegawai KPK, institusi ini tetap menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai lembaga pemberantas korupsi.
”Tentu saja kami terganggu dengan teror dan intimidasi ini. Meski demikian, kami tetap bekerja seperti biasa. Pemberantasan korupsi oleh KPK terus berjalan,” ucap Johan.
KPK, ujarnya, meyakini konflik yang kini terjadi bukanlah antara KPK dan Polri, melainkan dengan individu-individu yang memanfaatkan lembaga resmi sebagai tamengnya. ”Hubungan kami dengan Polri sebagai lembaga baik-baik saja,” lanjutnya.
Pencucian uang
Terkait dengan kerja KPK, kemarin, Mahkamah Konstitusi mengatakan, KPK berwenang menuntut perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Putusan ini disampaikan setelah mantan Ketua MK Akil Mochtar yang ditangkap KPK karena melakukan korupsi dalam persidangan sengketa pilkada di MK mengajukan permohonan terkait Undang-Undang TPPU. Akil, antara lain, memohon agar KPK tak berwenang menuntut perkara TPPU dan hanya kejaksaan yang berwenang menuntut perkara tersebut di pengadilan.
Dalam sidang pembacaan putusan yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat, penuntut umum merupakan suatu kesatuan sehingga baik penuntut umum yang bertugas di Kejaksaan RI maupun bertugas di KPK adalah sama.
”Selain itu, demi peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, penuntutan oleh jaksa yang bertugas di KPK akan lebih cepat daripada harus dikirim lagi ke kejaksaan negeri. Apalagi, tindak pidana pencucian uang tersebut terkait dengan tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK,” kata Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Putusan yang dijatuhkan MK tidak bulat. Dua hakim konstitusi, Aswanto dan Maria Farida Indrati, mengajukan pendapat berbeda.
Selama ini, UU TPPU telah dipakai KPK untuk mengusut sejumlah kasus, antara lain yang melibatkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo.(NDY/BIL/SAN/WHY/ANA/AGE/LKT)