TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK Dapat kembali menjerat Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai tersangka pascaputusan Praperadilan di PN Jakarta Selatan yang dibacakan oleh Hakim Sarpin Rizaldi, Senin (16/2/2015).
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting menyebut ada yang luput dari putusan hakim itu. "Intinya, putusan tersebut mengabulkan permohonan Budi Gunawan untuk sebagian," tulis Miko dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com
Salah satu pertimbangan Hakim adalah bahwa Budi Gunawan ketika disangka melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi tidak dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara/penegak hukum. Hakim kemudian mengacu pada Pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Pasal 2 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
"Dalam hal ini, Hakim tidak cermat dalam memaknai Pasal 11 UU KPK," ujar Miko.
Pasal tersebut menyatakan bahwa KPK berwenang untuk menyelidik, menyidik, dan menuntut tindak pidana korupsi yang: (i) melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, (ii) mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau (iii) menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.
Menurut PSHK, hakim telah luput dalam mempertimbangkan unsur “orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara”.
Perlu diketahui bahwa Budi Gunawan disangka dengan Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, Pasal 12 A dan B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang intinya berkaitan dengan suap dan gratifikasi.
Poin lain adalah tindak pidana suap dan gratifikasi tidak mungkin dilakukan seorang diri.
Artinya, mesti ada yang menyuap dan yang disuap juga mesti ada yang memberi gratifikasi dan menerima gratifikasi. Untuk itu, unsur “orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau penegak hukum” menjadi relevan.
"Pembuktian apakah tindak pidana yang disangka dilakukan oleh Budi Gunawan berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau penegak hukum adalah kewenangan persidangan pokok perkara bukan praperadilan," tulisnya.
Dengan demikian, menurut Miko, KPK tetap berwenang dalam menyidik kasus ini dan menetapkan kembali Budi Gunawan sebagai tersangka.
Selain itu, pengajuan Peninjauan Kembali atas putusan ini dapat dilakukan oleh KPK dengan alasan penafsiran hukum dan kekeliruan yang nyata dalam putusan.