TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara tegas menyatakan penolakannya terhadap penyelenggaraan kontes kecantikan termasuk Putri Indonesia 2015.
Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Iffah Ainur Rochmah menyatakan keprihatinannya atas sikap pemerintah dalam melindungi kehormatan perempuan. Meski terus mendapat reaksi penolakan dari berbagai komponen masyarakat, pemerintah tetap membiarkan dan bahkan mendukung penyelenggaraan kontes-kontes kecantikan seperti halnya Putri Indonesia 2015.
Dia mengatakan, dukungan pemerintah nampak dari keterlibatan beberapa menteri Kabinet Kerja yang turut memberikan
pembekalan pada peserta kontes. Padahal kontes ini tak memberi keuntungan apa pun bagi pendapatan negara apalagi bagi peningkatan kualitas generasi. Kontes ini hanya mendongkrak pundi-pundi keuntungan bagi penyelenggara dan sponsor yakni bagi industri fashion, kosmetik dan meningkatkan rating media.
"Sejak awal penyelenggaraannya di negara-negara Barat, kontes semacam ini ditujukan untuk mencari model pakaian renang yang mengharuskan kontestannya dinilai ukuran fisiknya dan ditampilkan sebagaimana barang pajangan. Kriteria penilaian berupa konsep 3B (Beauty, Brain and Behaviour) dan tugas-tugas menjadi Duta Pariwisata, Duta Budaya, Anti Narkoba dan lain-lain hanyalah kedok untuk meningkatkan gengsi kontes tersebut," ungkap Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Iffah Ainur Rochmah dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Jumat (20/2/2015).
Kontes-kontes kecantikan, kata Iffah bahkan menjadi stempel bagi legalisasi eksploitasi tubuh perempuan.
"Sungguh memalukan bila Indonesia sebagai negeri muslim turut mengimpor budaya primitif negara Barat yang mengabaikan tuntunan agama," katanya.
Sebagai kontribusi nyata untuk menghentikan semua bentuk eksploitasi dan sebagai upaya serius mengembalikan kemuliaan perempuan, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
1. Menolak penyelenggaraan Kontes Putri Indonesia 2015 dan menyeru semua pihak untuk menghentikan kontes-kontes
sejenis yang merupakan simbol eksploitasi tubuh perempuan dan perendahan martabat perempuan.
2. Mendesak pemerintah agar melarang penyelenggaraannya, bukan malah mengambil untung dengan menempatkannya
sebagai duta Pariwisata-Budaya dan sejenisnya dan mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan eksploitasi perempuan
dalam bentuk apa pun.
3. Mengajak semua pihak menyadari bahwa kontes-kontes kecantikan adalah produk budaya Barat yang hendak menularkan
kebobrokan moral di masyarakat mereka ke negeri-negeri muslim semacam Indonesia. Pada saat yang sama negara-negara
Barat secara terencana dan sistematis telah menyerang hukum syariat yang mulia dengan menganggapnya mengekang perempuan melalui ketentuan busana muslimah, larangan campur-baur laki-laki dan perempuan dan sebagainya.
"Wahai kaum perempuan, kerahkan segenap potensi untuk meraih kemuliaan hidup. Lihatlah sistem demokrasi dan pemerintah neoliberal hanya menempatkan perempuan sebagai sumber keuntungan materi dan obyek seksual, jauh dari mewujudkan kehormatan dan kemuliaan. Sadarilah bahwa hanya sistem Islam dan Khilafah Islamiyah yang mampu melindungi akhlak, mewujudkan kesucian dan kemuliaan perilaku serta membangun generasi berkepribadian mulia.
Selain itu, Khilafah adalah sistem yang mengharamkan eksploitasi erempuan dan melarang penilaian terhadap perempuan berdasarkan kriteria fisiknya," ujar Iffah.