News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lion Air Delay

Rudi Batal Menikah di Hari Jumat Gara-gara Lion Air Delay

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penumpang Lion Air yang berada di terminal 1B, diungsikan ke terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (20/2/2015). Mereka ke terminal 3 untuk melakukan penukaran tiket dengan uang atau menukar jadwal keberangkatan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kekacauan yang ditimbulkan oleh delay Lion Air menimbulkan banyak cerita sedih bagi calon penumpang. Kenangan pahit yang tertinggal di bandara.

Rudi Hermawan (29) misalnya. Penumpang Lion Air jurusan Jakarta-Palembang ini bahkan terpaksa menunda pernikahannya karena kekacauan itu.

Warga Palembang tersebut seharusnya menikah pada Jumat siang. Pernikahan itu menjadi sesuatu yang telah ia tunggu- tunggu dan rencanakan sejak jauh-jauh hari setelah empat tahun bekerja di Jakarta.

Undangan pun telah disebar dan tamu juga telah berkumpul di tempat pernikahan di Palembang.

Namun, keberangkatan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT342 yang seharusnya berangkat Kamis pukul 09.15 tak jelas kabarnya hingga Jumat siang. Rudi pun terpaksa menghabiskan malam di lantai ruang tunggu gerbang keberangkatan bandara.

Hingga kemarin siang, ia masih bertahan menunggu kepastian keberangkatan di Terminal 1B sambil menggenggam kartu boarding pass-nya. ”Saya cari pesawat lain saja kalau tidak jelas begini,” ujarnya lirih.

Rudi berharap rencana pernikahannya masih bisa diselamatkan. ”Saya bilang kepada orangtua, pernikahan harus ditunda ke hari Sabtu,” ujar akuntan di salah satu perusahaan swasta di Jakarta tersebut.

Tak terbayang kerepotan yang harus dihadapi orangtua dan keluarga Rudi di Palembang untuk menggeser hari pernikahan itu.

Lain lagi cerita Frederick (24). Dengan hati berbunga-bunga berangkat dari tempat indekosnya di Jakarta Barat menuju Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Kamis (19/2/2015) pagi. Tiket di tangannya menunjukkan keberangkatan pesawat hari itu pukul 11.45. Tiket itu ia pegang erat sambil membayangkan menyantap makan malam bersama keluarga di Padang, Sumatera Barat.

Namun, hingga Jumat tengah hari, Frederick yang hendak pulang kampung untuk merayakan hari raya Imlek itu masih berada di Terminal 1B bandara tersebut. Sekitar pukul 12.00 siang, ia akhirnya menyerah.

Ia mengangkat kembali tas ranselnya dan keluar dari ruangan check-in. Dua kardus berisi buah-buahan dan blender pesanan ibunya masing-masing ia tenteng di tangan kanan dan kiri.

”Saya sudah menginap semalam di sini dan berharap bisa terbang pagi ini, tapi sampai sekarang pesawat enggak datang- datang,” katanya. Pesawat Lion Air tujuan Jakarta-Padang bernomor penerbangan JT352 yang seharusnya ia tumpangi sehari sebelumnya ditunda keberangkatannya tanpa alasan jelas.

Buyar sudah semua impiannya untuk berkumpul kembali bersama keluarga di Padang. Saat ratusan penumpang lainnya berusaha untuk menuntut pengembalian uang tiket mereka, Frederick memilih pulang ke tempat indekosnya untuk beristirahat.

Nilai uang dan usaha yang harus ia tempuh untuk menuntut penggantian uang itu sudah tak sepadan lagi dengan kekecewaan dan kelelahannya.

”Selama kuliah, saya belum pernah pulang kampung dan selalu merayakan Imlek bersama teman-teman kampus. Saya berharap tahun ini Imlek bersama keluarga, tetapi gagal...,” ungkap mahasiswa semester akhir di Universitas Indonesia ini.

Sambil melangkah meninggalkan kompleks Terminal 1B, ia mengangkat telepon selulernya dan menelepon seseorang dengan bahasa Mandarin. ”Wa bo jadi tui (Aku tidak jadi pulang),” katanya lirih.

Kisah Frederick hanya satu dari ribuan kisah derita penumpang Lion Air yang tertahan di Bandara Soekarno-Hatta sejak Rabu petang lalu. Mereka menjadi korban kekacaubalauan penerbangan Lion Air sepanjang dua hari terakhir.

Berbeda lagi kisah Sri Haryati (62), penumpang Lion Air tujuan Jakarta-Medan bernomor penerbangan JT398 yang juga tertunda. Pesawat itu seharusnya berangkat Jumat pukul 11.50. Namun, hingga pukul 16.00, belum ada kejelasan kapan pesawat itu akan berangkat.

Akibatnya, Sri memutuskan membatalkan keberangkatannya, yang berarti keinginannya untuk berangkat menunaikan ibadah umrah di Tanah Suci tertunda. ”Ibu saya mau umrah tidak jadi. Enggak tahu kapan lagi bisa berangkat umrah nanti,” kata Yuni, anak perempuan Sri.

Kekecewaan tergambar jelas di wajah Sri yang sejak Jumat pagi tak mampu berkata-kata. Saat ditemuiKompas, Sri dan Yuni baru saja kembali dari Terminal 3 untuk menukarkan tiket yang sudah dibeli dengan uang pengganti. ”Sekitar 80 persen uang saya kembali,” ujar Yuni.

Sambil menunggu bus Damri, ibu dan anak itu mendorong kembali troli yang penuh dengan kardus dan beberapa tas besar.

Bagi Frederick, Rudi, Sri Haryati, dan ribuan penumpang lain, pengalaman telantar di bandara akibat penundaan penerbangan ini akan menjadi kenangan pahit yang susah dilupakan seumur hidup.

Kekacauan terlihat di Terminal 1 bandara internasional tersebut. Ratusan penumpang telantar, sebagian dari mereka tidur di lantai.

Ratusan penumpang lain yang berada di luar ruang check- in mencoba mencari petugas bandara untuk mencari informasi. Namun, tak satu pun petugas maskapai Lion Air berada di kantor pelayanan informasi dan pemesanan tiket. Sebagian penumpang bahkan tak mampu lagi membendung kekesalan dan turun ke jalan memblokir arus lalu lintas di depan Terminal 1.

Polisi mengimbau

Polisi pun mengimbau penumpang Lion Air yang mengalami keterlambatan keberangkatan di Bandara Soekarno-Hatta tetap tertib dan tidak bertindak anarkistis. ”Kami mengimbau penumpang tetap tertib dan tak sampai melakukan tindakan yang mengganggu ketertiban umum,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul.

Menurut Martinus, secara umum, kondisi di bandara tetap aman meski ada ribuan penumpang yang mengalami keterlambatan. Sempat terjadi pemecahan satu kaca, tetapi bisa diantisipasi sehingga tidak meluas.

Ia menyebutkan, polisi melakukan antisipasi dengan memperkuat pengamanan di terminal bandara. ”Kami bertugas menjamin menjaga keamanan di bandara, mencegah calon penumpang bertindak anarkistis. Kami di sana untuk memastikan keadaan tetap tertib,” ujar Martinus.

Frederick, Rudi, dan Sri Haryati tak berbuat anarkistis meski hal-hal penting dalam kehidupan mereka terpaksa tertunda atau bahkan batal sama sekali. Lalu, adakah yang peduli pada nasib mereka...? (B09/RAY).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini