TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menyebutkan Ketua Plt Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki tidak boleh mendatangi Bareskrim Mabes Polri seorang diri pada malam hari, saat konflik antara KPK dan Polri belum selesai. Sementara pada saat yang sama KPK pun
sedang menangani kasus dugaan korupsi Komjen Pol Budi Gunawan dkk.
Sebab kata Petrus masih ada pemeriksaan perkara korupsi oleh KPK terhadap Budi Gunawan dkk dalam perkara korupsi. Selain itu masyarakat masih mencurigai Ruki memimpin KPK meski hanya Plt karena dikhawatirkan Ruki tidak mampu bersikap netral atau lebih memihak Polri dari pada KPK.
"TPDI sangat menyangkan kedatangan Taufiequrachman Ruki Rabu 25 Februari 2015 pukul 19.20 malam menyambangi Bareskrim Mabes Polri seorang diri, karena hal ini menyalahi aturan Undang-Undang dan aturan di internal KPK yang melarang Pimpinan KPK menemui pihak terperiksa yang dalam hal ini sejumlah Perwira Tinggi dan Menengah Polri sedang diperiksa oleh KPK terkait kasus korupsi Komjen Pol Budi Gunawan," ungkap Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Kamis (26/2/2015).
Karena itu menurutnya Pimpinan KPK harus segera mengklarifikasi apakah kedatangan Ruki pukul 19.20 WIB seorang diri, Rabu tadi malam sebagai kedatangan resmi utusan KPK atau agenda pribadi atas inisiatif sendiri diluar pengetahuan pimpinan KPK lainnya.
"Jika kedatangan Ruki di Bareskrim Polri seorang diri bukan sebagai utusan KPK, bukan agenda resmi serta datang seorang diri tanpa didampingi Pimpinan KPK lainnya maka jelas Ruki telah melanggar hukum dan etika KPK. Karenanya perlu dilakukan penindakan oleh Komite Etik KPK. Dalam suasana masih ada saling curiga dan terlebih-lebih figur Ruki kurang mendapat kepercayaan publik/resistensinya cukup tinggi sebagai Plt KPK, maka setiap kehadiran Ruki ke Bareskrim Polri, tidak boleh seorang diri, tetapi harus didampingi oleh Pimpinan KPK lainnya dan jelas agenda kerjanya serta harus dijelaskan kepada publik," jelas Petrus.
Selain itu kata Petrus, keberadaan Ketua Plt KPK Taufiequrachman Ruki belum membawa manfaat signifikan bagi KPK dalam konflik KPK dan Polri, karena Bareskrim Polri hingga saat ini masih terus melakukan kriminalisasi terhadap Pimpinan KPK BW, AS dan sejumlah penyidik KPK.
Sementara KPK lebih banyak bersikap diam untuk membela diri terutama disebabkan oleh kesibukan memenuhi panggilan penyidik Polri untuk kepentingan penyidikan ketimbang menyidik kasus korupsi Komjen Pol Budi Gunawan dkk.
"Karena itu TPDI mendesak Presiden Jokowi segera meninjau kembali keberadaan Taufiequrachman Ruki sebagai Ketua Plt KPK, karena dikhawatirkan gerakannya seolah-olah sedang menormalisasi KPK dari konflik Polri-KPK namun sesungguhnya akan memperlemah KPK secara halus menuju pembubaran KPK melalui Undang-Undang," kata Petrus.
Petrus pun mencontohkan pada tahun 2004 Megawati dan DPR membubarkan KPKPN dan membentuk KPK yang dipimpin oleh Taufiequrachman Ruki, sekarang pun tidak tertutup kemungkinan sedang terjadi konspirasi membanguan rezim anti pemberantasan korupsi yang dimotori oleh PDIP dan kekuatan-kekuatan lainnya, sebagaimana pengalaman pembubaran
KPKPN oleh Presiden Megawati 10 tahun yang lalu.
"Jadi jangan sampai Taufiequrachman Ruki datang untuk memulai sekaligus untuk mengakhiri rezim KPK," tegasnya.