TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikrar Nusa Bhakti menilai, rencana penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) bagi kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono merupakan hal yang konyol.
Menurut Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu, tak ada dasar hukum bagi presiden untuk mengeluarkan Perpres tersebut.
"Konyol juga kalau kepengurusan Golkar versi Agung itu sampai dibuatkan Perpres, apa dasar hukumnya?" ujar Ikrar kepada Kompas.com, Rabu (18/3/2015).
Menurut dia, sesuai dengan UU Partai Politik, tidak ada aturan yang menyebutkan kepengurusan suatu partai diikuti dengan Perpres. Kepengurusan partai hanya didaftarkan di Kementerian Hukum dan HAM.
Jika benar presiden mengeluarkan Perpres itu, lanjut Ikrar, pemerintah sudah melakukan intervensi terhadap partai politik karena seolah-olah presiden sendiri yang menngesahkan struktur kepengurusan partai tersebut. Ia menekankan, jika hal ini dilakukan, Presiden bisa dianggap melanggar undang-undang.
"Jika demikian, peluang DPR RI mengeluarkan hak angket ke Presiden, mungkin saja terjadi. Jadi hak angketnya bukan ke Menkumham, tapi ke Presiden," ujar Ikrar.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi akan segera mengeluarkan peraturan presiden tentang kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Jakarta yang dipimpin Agung Laksono. Hal itu disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (17/3/2015) kemarin.
"Ini perpres-nya akan segera dikeluarkan oleh Presiden dalam waktu dekat," kata Yasonna.
Ia mengaku telah melaporkan keputusan mengenai penyelesaian perselisihan kepengurusan di internal Golkar kepada Presiden pada Senin (16/3/2015). Keputusan mengakui kubu Agung Laksono, menurut Yasonna, merupakan kelanjutan dari putusan Mahkamah Partai Golkar.
Namun, pada hari ini, Yasonna meralat pernyataannya tersebut. Menurut Yasonna, maksudnya menyebutkan perpres itu adalah untuk pemberian bebas visa bagi 30 negara.
"Kan perpres itu mengenai devisa, bukan Golkar," ucap Yasonna di Istana Kepresidenan, Rabu (18/3/2015).
Yasonna berdalih saat menjawab pertanyaan wartawan soal kepengurusan Golkar sebenarnya dirinya berusaha menjelaskan pertanyaan sebelumnya soal kebijakan bebas visa untuk 30 negara.
Sementara untuk Golkar, Yasonna menjelaskan bahwa nantinya akan ada surat keputusan Menteri Hukum dan HAM, bukannya perpres. Saat ini, sebut Yasonna, dirinya masih melakukan penelitian berkas kepengurusan yang diajukan Agung Laksono.
"Masih ada penelitan berkas. Kita pelajari dulu, kasih saya waktu 7 hari," ucap dia.(Fabian Januarius Kuwado)